Jumat 21 May 2021 16:06 WIB

Warga Sheikh Jarrah tak Bisa Tidur Hadapi Kebrutalan Israel

'Kami tidak tidur': Warga Sheikh Jarrah Palestina mengecam kebrutalan Israel.

'Menekan mobilisasi Palestina'

LSM Israel Ir Amim pada Rabu lalu menegaskan selama sekitar dua minggu polisi Israel menutup bagian Kerem Al'ajoni, atau bagian timur Sheikh Jarrah, tempat ratusan warga Palestina di bawah ancaman pengusiran paksa tinggal. Di sana banyak polisi dan pasukan paramiliter memblokir akses ke daerah itu.

"Sejak [14 Mei], penutupan telah diintensifkan. Masuknya pendukung warga Palestina dilarang karena memunculkan risiko bentrokan. Tetapi, pembatasan ini tidak diberlakukan pada pendukung pemukim Yahudi yang tinggal di sana," kata Ir Amim.

"Penutupan lingkungan itu dilihat sebagai langkah berani yang disengaja oleh Pemerintah Israel untuk menekan mobilisasi Palestina dan mencabut hak warga Syeikh Jarrah untuk berekspresi dan hak untuk memprotes pemindahan paksa mereka," katanya.

Para keluarga Palestina di Syeikh Jarrah tinggal di dalam “zona mirip militer yang tertutup. Mereka menjadi sasaran pelecehan sewenang-wenang yang sedang berlangsung dan tindakan polisi yang agresif. Ini ditandai dengan leluasanya mereka masuk secara paksa ke dalam rumah, menggunakan granat kejut, air sigung, dan peluru berujung karet terhadap warga sekitar.

"Polisi Israel juga sering memaksa warga untuk tinggal di rumah mereka dan dengan kasar memindahkan mereka yang duduk di luar," kata Ir Amim seraya menambahkan bila ada seorang tentara menembakkan peluru karet ke rumah sebuah keluarga pada hari Selasa. Kebrutalan itu melukai seorang gadis berusia 15 tahun secara parah yang kala itu ada di dalamnya.

LSM tersebut mengatakan telah mengirim surat mendesak ke polisi minggu lalu, menuntut mereka mencabut penutupan lingkungan dan menghentikan apa yang disebut tindakan permusuhan yang mengarah pada hasutan lebih lanjut. Sampai kini belum ada tanggapan yang diterima.

Warga Palestina Carmel Qasem mengatakan kepada Al Jazeera, polisi memberi tahu keluarganya jika mereka meninggalkan lingkungan itu, mereka tidak akan diizinkan untuk kembali.

Kekhawatiran terbesar mereka adalah pos pemeriksaan akan menjadi permanen di pintu masuk lingkungan dan polisi akan terus melakukan pemeriksaan "keamanan" terhadap warga.

“Mereka datang untuk memeriksa ID dan alamat kami, bahkan ketika kami berdiri di dekat rumah kami sendiri di lingkungan itu,” kata Qasem.

Ketegangan akan berlanjut

Sementara keluarga menunggu keputusan pengadilan, Iskafi mengatakan kekhawatiran mereka saat ini adalah dengan "ekstremis" sayap kanan memasuki lingkungan itu. Kelompok ini mendapat dukungan dari Anggota Knesset Itamar Ben-Gvir dan Wakil Walikota Yerusalem Aryeh King.

“Selama mereka masih datang ke lingkungan itu, ketegangan akan terus berlanjut,” kata Iskafi.

Media Israel melaporkan pada minggu lalu sikap Kepala Polisi Kobi Shabtai yang mengatakan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa Ben-Gvir bertanggung jawab untuk 'menambahkan bahan bakar' (provokasi) ke dalam api di Yerusalem Timur agar menjadi tempat terjadinya kerusuhan.

Awal bulan ini selama kunjungan ke Sheikh Jarrah, King, yang dikelilingi oleh pemukim dan Kahanist, mengejek seorang pengunjuk rasa Palestina yang sebelumnya ditembak di punggung bawah. Ia dengan ketus mengatakan "sayang sekali [peluru] tidak masuk ke sini" sambil menunjuk ke dahinya.

Dunia tidak mendengarkan

Sementara itu, kawasan yang ada di dekat di al-Aqsha, suasana kini telah tenang sejak pasukan keamanan Israel menyerbu kompleks tersebut berkali-kali selama minggu terakhir bulan suci Ramadhan. Penyerbuan itu melukai ratusan jamaah Palestina.

Sheikh Omar al-Kiswani, direktur Masjid Al-Aqsha, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa al-Aqsha telah mengalami kerusakan sekitar 282 ribu dolar AS karena "kekuatan berlebihan" yang digunakan oleh pasukan Israel.

"Kala itu, pasukan pendudukan Israel mendobrak pintu menara untuk naik ke atas masjid. Mereka merusak delapan jendela dari periode Umayyah untuk melemparkan granat setrum dan gas air mata ke dalam, dan merusak semua pintu Masjid Qibli," kata al-Kiswani.

Struktur di berbagai bangunan di dalam kompleks perlu diganti. Pasukan Israel juga menyerbu ruang adzan dan memutus kabel, merusak sistem suara, termasuk amplifier dan pengeras suara.

“Saat itu halaman masjid seperti medan perang. Para polisi Israel menggunakan peluru karet, peluru tajam, granat kejut, dan gas air mata. Anda bisa melihat pecahan senjata mereka [tertinggal],” kata al-Kiswani.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement