REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN – Pilihan seseorang untuk memeluk agama Islam, tak jarang mendatangkan penolakan hingga harus terusir dari keluarganya. Hal itu juga dialami sejumlah mualaf, yang menjadi binaan Yayasan Mualaf Ikhlas Madani Indonesia (Mukmin) Kabupaten Kuningan.
Meski demikian, para mualaf itu tetap teguh memegang akidah Islam. Mereka juga berjuang melakukan pemberdayaan ekonomi agar bisa hidup mandiri.
Yayasan Mukmin Kabupaten Kuningan pun menyediakan rumah singgah bagi para mualaf tersebut. Di rumah singgah itulah, mereka tinggal dan memperoleh pembinaan untuk lebih menguatkan akidah dan mempelajari ajaran agama Islam.
‘’Ada 15 mualaf yang tinggal di rumah singgah. Selain dari Kabupaten Kuningan, ada juga yang berasal dari berbagai daerah lainnya seperti Bali, Medan, Bangka Belitung, Aceh dan Klaten,’’ ujar Ketua Yayasan Mukmin Kabupaten Kuningan, Ade Supriadi, kepada Republika, Kamis (29/4).
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, para mualaf di rumah singgah itu tak mau berpangku tangku tangan mengharap bantuan. Justru mereka berikhtiar sungguh-sungguh untuk menjemput rezeki dari Allah SWT. Caranya, mereka berdagang, seperti yang pernah dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat.
Ade menjelaskan, para mualaf binaan Yayasan Mukmin saat ini berdagang angkringan. Mereka menjual beragam menu khas angkringan seperti nasi kucing, nasi bakar dan wedang jahe susu. Adapula berbagai jenis sate, di antaranya sate telor, usus, hati ampela, sate baso dan sate kulit.
Untuk membuka usaha angkringan itu, mereka diberikan modal usaha oleh perusahaan Moza Group Cirebon. Pemilik perusahaan, H Solichin dan Hj Mozayanah, memang sengaja memperluas usaha Angkringan Moza Kuningan untuk pemberdayaan ekonomi mualaf di Kabupaten Kuningan.
Ada sembilan gerobak angkringan yang kini dijalankan para mualaf binaan Yayasan Mukmin. Pendapatan total sembilan gerobak itu rata-rata Rp 500 ribu per hari.
Khusus untuk nasi bakar, saat awal buka hanya terjual sekitar 20 bungkus per hari. Saat ini, sudah meningkat menjadi 50 bungkus per hari. Nasi bakar yang diisi daging ayam cincang itu dijual sepaket dengan tahu tempe dan sambal lalap seharga Rp 10 ribu.
Keuntungan dari penjualan angkringan dan nasi bakar itu, mereka bisa membayar biaya kontrakan rumah singgah sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Mereka juga bisa membayar biaya listrik dan memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Setelah semua kebutuhan pokok itu terpenuhi dan masih ada keuntungan lebih, maka mereka akan membagi sisa keuntungan tersebut. Pembagian dilakukan bagi yang ikut bekerja di bagian produksi maupun di bagian pemasaran.
‘’Alhamdulillah kami mandiri. Insya Allah semua kebagian berkahnya,’’ tukas Ade.
Selain itu, lanjut Ade, pihaknya juga membuka usaha lain. Yakni, menjadi distributor serta memasarkan langsung ke konsumen air mineral kemasan, bekerja sama dengan Albahjah Water. Keuntungan dari usaha itupun turut membantu ekonomi para mualaf binaan Yayasan Mukmin.
‘’Banyak orang mengira kami membiayai hidup dari proposal-proposal program. Padahal sama sekali tidak. Alhamdulillah kami tidak makan harta yang bukan hak kami. Kami mandiri dan terus berjuang menjadi pejuang akidah, penjaga gawang akidah Islam,’’ tegas Ade.
Selama ini, Yayasan Mukmin aktif melakukan pembinaan terhadap para mualaf di Kabupaten Kuningan. Meski dengan jumlah anggota yang minim, namun mereka secara rutin menyambangi berbagai pelosok desa hingga mendaki gunung, untuk membina akidah dan mengajarkan ibadah kepada para mualaf.