REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyampaikan pentingnya bagi persyarikatan untuk merumuskan kembali fiqih dakwah Muhammadiyah yang baru. Dia mengatakan, saat ini Muhammadiyah telah memiliki dakwah kultural sebagai konsep yang bagus.
"Juga dakwah komunitas yang diputuskan dalam Muktamar 2015 di Makassar. Tetapi bagaimana ini menjadi satu-kesatuan dengan fiqih dakwah Muhammadiyah. Karena dalam kenyataannya, sebagian warga Muhammadiyah, para mubaligh, merujuk fiqih dakwah mungkin pada pemikiran-pemikiran yang berbeda dari Muhammadiyah," kata dia dalam agenda virtual bertajuk 'Tajdid Organisasi: Muhammadiyah di Era Perubahan', Jumat (16/4).
Haedar menuturkan, fiqih dakwah Muhammadiyah ini juga meliputi rekonstruksi makna dakwah amar makruf nahi mungkar yang boleh jadi saat ini dimaknai hanya satu dimensi yang bersifat tekstual. Karena itu, dia mengungkapkan, ada lima kriteria dalam fiqih dakwah Muhammadiyah.
Pertama, menggunakan pendekatan bayani, burhani dan irfani secara terpadu, sehingga bukan pendekatan bayani atau literal. Kedua, dikembalikan pada prinsip dakwah Alquran bil hikmah wal mau'idhotil hasanah wa jadilhum bil lati hiya ahsan.
"Sebab boleh jadi apa yang kita praktikkan tidak langsung merujuk pada tiga cara kita berdakwah (bil hikmah wal mau'idhotil hasanah wa jadilhum bil lati hiya ahsan)," tuturnya.
Ketiga, lanjut Haedar, diperlukan reorientasi dari orientasi yang selalu reaktif konfrontatif ke pendekatan muwajahah konstruktif yang memberi alternatif dan solusi. Keempat, terintegrasi dengan dakwah kultural dan komunitas yang sudah dirumuskan. Kelima, harus satu-kesatuan dengan Islam berkemajuan dan gerakan pencerahan.
"Reformulasi atau tajdid dalam fiqih dakwah Muhammadiyah ini penting untuk menjadi pedoman dan acuan bagi Muhammadiyah ke depan," kata dia.