REPUBLIKA.CO.ID, MOSUL – Museum Budaya Mosul kini tengah bangkit usai kehancuran dari ISIS. Pada saat Mosul dibebaskan oleh pasukan pemerintah Irak pada Juli 2017, sebagian besar artefak di Museum Budaya Mosul telah dihancurkan atau dijarah.
Selanjutnya, kemitraan internasional segera diluncurkan untuk mencoba dan menyelamatkan yang tersisa. Ini dikoordinasikan spesialis dari Smithsonian Institution, Musee du Louvre, Dewan Purbakala dan Warisan Negara Irak dan Aliph Foundation, yang memberikan 1,3 juta dolar dalam pendanaan. Proyek tersebut kini telah memasuki tahap kedua, rekonstruksi gedung era 1970-an.
"Apa yang terjadi pada Museum Mosul adalah mimpi buruk bagi orang-orang museum," kata Kepala Near Eastern Antique di Louvre, Ariane Thomas, yang telah mengerjakan proyek tersebut sejak awal, dilansir dari laman The Art Newspaper pada Selasa (6/4).
"Mereka memiliki hampir segalanya ledakan, kehancuran, diikuti semua masalah yang dihadapi seluruh dunia," lanjut dia.
Disebutkan Museum itu menjadi korban dari semangat ISIS, dan nafsu tentara bayarannya. Mereka melarang penggambaran figuratif, artefak non-Islam, atau bukti peradaban sebelumnya, dan anggotanya secara aktif menghancurkan objek tersebut.
Di museum, patung bersayap Asyur dibuat menjadi puing-puing, dan patung serta aksara paku dirusak dengan alat jackhammer. Sebuah perpustakaan yang terdiri dari 25 ribu buku dan manuskrip dibakar menjadi tumpukan abu.
Barang-barang lain sengaja dipindahkan untuk dijual di pasar gelap. Museum itu juga pernah digunakan sebagai kantor perpajakan, dan dokumen serta sampah berserakan di lantai.
Adapun tim memulai pekerjaan dengan seleksi dasar. Terdapat sebuah lubang besar menganga, di mana ISIS meledakkan platform Asiria yang diukir, dan lantainya perlu distabilkan. Ruang bawah tanah telah kebanjiran karena konstruksi yang buruk di museum, sehingga air dipompa keluar.
Di samping itu, World Monuments Fund bergabung dengan tim pada Oktober lalu, dan akan menerapkan pengalamannya di bidang teknik dan konstruksi untuk proyek tersebut. Aliph akan mendukung perencanaan arsitektur dan desain untuk gedung yang dirubah. Ini diharapkan akan dibuka dalam waktu sekitar tiga tahun.
Museum ini merupakan salah satu dari sejumlah proyek rekonstruksi di kota. Aliph juga mengawasi restorasi Tutunji House, rumah pedagang abad ke-19 yang dibangun di bawah Kekaisaran Ottoman, dan Mashki Gate yang monumental di Nineveh.