Jumat 02 Apr 2021 16:49 WIB

Studi: Muslim Inggris Patuhi Prokes Selama Ramadhan

Studi itu membantah asumsi negatif bahwa Muslim Inggris melanggar aturan lockdown.

Komunitas Muslim Canterbury di Inggris mendonasikan hadiah kepada pekerja garda depan dalam menanggulangi virus corona jenis baru 2019 (Covid-19).
Foto: Canterbury Mosque
Komunitas Muslim Canterbury di Inggris mendonasikan hadiah kepada pekerja garda depan dalam menanggulangi virus corona jenis baru 2019 (Covid-19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berpuasa di Inggris selama Ramadhan tahun lalu tak menyebabkan angka kematian covid yang lebih tinggi di kalangan umat Islam. Hal itu diungkap hasil studi yang dipublikasikan dalam Journal of Global Health, Kamis (1/4).

Disebutkan studi tersebut, tidak ada bukti yang menunjukan peningkatan jumlah Muslim Inggris yang meninggal selama Ramadhan karena virus corona. “Temuan kami menunjukkan bahwa praktik yang terkait dengan Ramadhan tidak memiliki efek merugikan pada kematian akibat covid-19,” kata laporan itu seperti dilansir aljazirah, Jumat (2/4).

Baca Juga

Diungkap hasil studi tersebut, tidak ada keterkaitan perilaku dan praktik budaya dalam komunitas Muslim terkait dengan peningkatan paparan selama pandemi. Kesimpulan tersebut merujuk pada hasil analisis selama Ramadhan tahun lalu yang dimulai 23 April tak lama setelah gelombang pertama pandemi mengalami puncaknya di Inggris. Apalagi pelaksanaan shalat berjamaah di masjid ditiadakan sejalan dengan kebijakan lockdown pemerintah Inggris.

Para peneliti menganalis tingkat kematian di wilayah dengan populasi Muslim hanya 20 persen. Mereka bahkan menemukan angka kematian terus menurun selama Ramadhan.

Lebih lanjut, kata laporan tersebu, tren ini berlanjut setelah Ramadan."Ini menunjukkan bahwa tidak ada efek merugikan yang tertinggal dari puasa di wilayah Muslim,"kata laporan itu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement