REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Praktik puasa selama Ramadhan di Inggris tahun lalu tidak menyebabkan tingkat kematian Covid-19 yang lebih tinggi di kalangan Muslim. Hal ini disampaikan oleh sebuah lembaga penelitian, Kamis (1/4).
Menurut sebuah laporan yang disampaikan Journal of Global Health, tidak ada bukti yang menunjukkan Muslim Inggris yang menjalankan ibadah di bulan suci lebih mungkin meninggal karena infeksi virus Covid-19.
Di Inggris, ada lebih dari tiga juta Muslim. Jumlah ini menduduki sekitar lima persen dari populasi Inggris dengan sebagian besar berasal dari Asia Selatan. Banyak komunitas Muslim terkena dampak pandemi secara tidak proporsional, bersamaan dengan kelompok minoritas lainnya.
“Temuan kami menunjukkan praktik ibadah yang terkait dengan Ramadhan tidak memiliki efek merugikan pada kematian akibat Covid-19,” kata laporan itu dikutip di Aljazirah, Jumat (2/4).
Laporan yang sama menyebut ada banyak komentar yang menyatakan perilaku dan praktik budaya yang dilakukan komunitas minoritas membawa efek atas peningkatan keterpaparan mereka terhadap virus tersebut. Hal ini juga mengacu pada beberapa klaim yang mengatakan mungkin ada lonjakan infeksi selama Ramadhan.
Namun, hasil studi menyebut klaim tersebut tidak berdasarkan bukti apa pun. Sebaliknya, komentar serupa adalah gangguan yang tidak membantu dalam faktor penentu sosial kesehatan, terutama ketidaksetaraan kondisi hidup dan kerja.