REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Badan Intelijen Keamanan Australia (ASIO) mengatakan tak akan lagi menggunakan istilah "ekstremis Islam" dalam menyelidiki kasus kekerasan atau terorisme. Sebagai gantinya, ASIO memilih menggunakan istilah aksi yang "bermotivasi agama".
"Kami tidak menyelidiki orang karena pandangan agama mereka, kekerasanlah yang relevan dengan kekuatan kami, tetapi itu tidak selalu jelas ketika kami menggunakan istilah 'ekstremisme Islam'," kata Direktur Jenderal ASIO Mike Burgess, Rabu (17/3), dikutip RT.
Menurutnya, dapat dimaklumi beberapa kelompok Muslim memandang istilah "ekstremisme Islam" sebagai hal yang merusak dan misrepresentatif. Selain itu, istilah tersebut mendorong stigma terhadap Muslim dan memicu perpecahan.
"Bahasa kita perlu berevolusi agar sesuai dengan lingkungan ancaman yang terus berkembang," ujar Burgess.
Dia mengatakan lembaganya pun tidak akan lagi menggunakan istilah "paling kiri" atau "paling kanan" untuk menggambarkan ancaman dari tepi spektrum politik. Sebaliknya, ASIO akan merujuk pada ekstremis yang termotivasi "secara ideologis".
ASIO adalah bagian dari jaringan badan mata-mata internasional Five Eyes yang turut mencakup Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, dan Selandia Baru. Mereka berbagi informasi dan sumber intelijen.
Menurut Burgess, agensi Five Eyes lainnya telah mengubah nomenklatur mereka. ASIO pun mengikuti mereka.