REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rendahnya kesadaran masyarakat dan umat mengenai wakaf uang tak dapat mengesampingkan fakta tujuan dari Gerakan Wakaf Uang itu sendiri. Kepastian pemanfaatan wakaf uang perlu ditekan untuk menyasar ke umat.
“Jadi (wakaf uang) dari umat, manfaatnya bisa kembali ke umat,” kata Pengamat Ekonomi Syariah dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisono saat dihubungi Republika, Jumat (5/3).
Setidaknya, dia menjabarkan, terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan mengenai sebab intensitas masyarakat dalam berwakaf uang. Pertama, intensi keagamaan yang mana menyasar masyarakat umat yang kesadaran religiusnya tinggi tanpa mempertimbangkan hal-hal lainya.
Kedua, kata dia, intensi sosial. Di mana umat berwakaf terdorong dari kepedulian yang tertanam di dirinya. Adapun intensitas yang ketiga, kata dia, adalah kombinasi antara keagamaan dan sosial.
“Nah sayangnya, skema wakaf uang ini lemah. Untuk mendorong intensi wakaf itu sangat sulit. Wakaf uang itu kasarnya untuk nutup anggaran negara yang defisit, ini kan gak menarik ya. Atau dipakai Kemenhub bangun jalan, kemenag bangun KUA (kantor urusan agama), ini kurang menarik,” kata dia.
Sehingga dia menyarankan, lebih baik penggunaan manfaat wakaf ditujukan untuk aspek yang benar-benar dirasakan umat secara langsung. Misalnya, kata dia, jika Sukuk Wakaf berhasil menghimpun dana sekian ratus miliar, maka sebaiknya digunakan untuk memberdayakan aset wakaf pesantren.
“Berdayakan aset-aset wakaf seperti ke pesantren-pesantren, seperti pesantren di Jawa Timur, kan itu banyak. Jadi, manfaatnya itu dikembalikan lagi ke umat,” kata Yusuf.