REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang mengatur penggunaan seragam dan atribut agama di lingkungan sekolah menuai polemik. Tidak sedikit tokoh dan berbagai pihak mengkritisi munculnya aturan anyar itu, bahkan MUI meminta supaya SKB tersebut direvisi.
SKB ini diteken Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Namun menurut Menag Yaqut, kewenangannya dalam SKB tersebut sangat terbatas dan lagi menurutnya SKB tidak dibuat secara sembrono.
"Menag memang ikut menandatangani SKB tersebut. Namun, kewenangannya juga terbatas," kata Yaqut dalam keterangan tertulis, Kamis (25/2).
Yaqut menuturkan, kewenangan Kemenag diatur dalam ketentuan kelima huruf e yang mengatur tentang sanksi. Ada dua ketentuan, yaitu (pertama) melakukan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemerintah daerah dan atau sekolah yang bersangkutan; dan (kedua) dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
"Jadi kewenangannya sebatas itu," tegas dia Yaqut.
Menag tidak menampik munculnya penolakan atas aturan anyar SKB 3 menteri ini, terutama di Pariaman Sumatra Barat (Sumbar) dan ditolak langsung oleh Wali Kota Pariaman, Sumbar. Sedangkan daerah lain yang sempat muncul isu penolakan di Ciamis dan Banyumas, namun kemudian langsung dibantah.
"Setahu saya baru beberapa daerah di Sumbar. Sempat muncul isu Ciamis dan Banyumas, tapi itu sudah dibantah," jelasnya.
Sebenarnya jelas Yaqut, terkait Wali Kota Pariaman yang masih menolak SKB 3 Menteri tentang penggunaan seragam sekolah dan atribut agama, kewenangannya berada di Kemendagri. Pihaknya hanya bisa memberikan support untuk mencegah adanya gejolak lanjutan.
"SKB itu kan mengatur sekolah, jadi sebenarnya porsi kewenangan terbesar ada di Kemdikbud. Nah soal wali kota, itu kewenangan mendagri. Tapi tentu kami di kementeriaan agama akan memberikan support yang diperlukan untuk menjaga agar tidak ada gejolak lanjutan," tuturnya.
"SKB ini kan secara substantif ingin agar anak-anak didik diajarkan menghargai perbedaan dan di saat yang sama memegang teguh keyakinan yang dimilikinya," sambung Yaqut.
Sebelum diteken, Yaqut mengungkapkan, SKB 3 Menteri tentu saja dirumuskan dan dikaji dengan matang terlebih dahulu. Bahkan dalam proses pengkajian pun melibatkan pihak lain, seperti melibatkan ahli serta unsur kementerian dan lembaga. Namun dia juga tidak menyalahkan ketika masih ada pihak-pihak yang menolak aturan anyar tersebut.
"SKB ini tentu tidak sembarang dirumuskan, ada proses pengkajian juga. Kajian dilakukan lintas K/L (kementerian/lembaga), termasuk melibatkan ahli," jelasnya.
Tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama di Sumatra Barat bahkan telah menyiapkan 300 pengacara yang akan dikirim ke Mahkamah Agung (MA) untuk menggugat SKB tersebut. Menanggapi hal demikian, Yaqut menilai langkah yang diambil tokoh masyarakat Sumbar sudah tepat untuk menempuh jalur sesuai UU.
"Saya kira itu sah-sah saja. Kan memang ada mekanisme yang bisa ditempuh, jika ada masyarakat yang kurang setuju dengan kebijakan pemerintah. Jadi silakan tempuh jalur sesuai undang-undang," ungkapnya.
Namun, Yaqut mengingatkan, bahwa gugatan maupun penolakan-penolakan tersebut tidak lantas membatalkan SKB 3 menteri. Justru kata dia, alangkah baiknya agar SKB 3 Menteri perihal aturan berpakaian dan atribut agama di lingkungan sekolah coba diterapkan untuk kemudian dievalusi apabila terdapat kekurangan. Jadi tegasnya, sampai hari ini belum ada pembicaraan untuk merevisi aturan anyar tersebutm
"Sejauh ini belum ada informasi terkait itu (merevisi) dari Kemendikbud sebagai leading sector. Hemat kami sih, ini biar berjalan dulu sambil dievaluasi," ungkapnya.
"Kalau ada yang tidak setuju, wajar dan sah-sah saja. Tapi ini kan sudah diputuskan, jadi kita coba dulu. Nanti kalau ada kelemahan, regulasi ini tentu bisa ditinjau lagi," tambahnya
Berikut isi SKB 3 Menteri:
Kesatu
Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berhak memilih untuk menggunakan pakaian seragam dan atribut:
a. tanpa kekhasan agama tertentu; atau
b. dengan kekhasan agama tertentu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua
Pemerintah daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU.
Ketiga
Dalam rangka melindungi hak peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA, pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, mengimbau, atau melarang penggunaan pakaian seragam dan atribut dengan kekhasan agama tertentu.
Keempat
Pemerintah daerah dan/ atau kepala sekolah sesuai dengan kewenangannya wajib mencabut peraturan, keputusan, instruksi, kebijakan, atau imbauan tertulis terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah yang
dikeluarkan oleh kepala daerah dan/atau kepala sekolah yang bertentangan dengan Keputusan Bersama ini paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal Keputusan Bersama ini ditetapkan.
Kelima
Dalam hal pemerintah daerah dan/atau kepala sekolah tidak melaksanakan ketentuan dalam Keputusan Bersama ini:
a. pemerintah daerah memberikan sanksi disiplin bagi kepala sekolah, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memberikan sanksi kepada bupati/wali kota berupa teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Kementerian Dalam Negeri:
1. memberikan sanksi kepada bupati/wali kota berupa teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya dalam hal gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b;
2. memberikan sanksi kepada gubernur berupa teguran tertulis dan/atau sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait dengan bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Kementerian Agama:
1. melakukan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemerintah daerah dan/atau sekolah yang bersangkutan; dan
2. dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.
Keenam
Ketentuan dalam Keputusan Bersama ini dikecualikan untuk peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang beragama
Islam di Provinsi Aceh sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan Aceh.