Ia mengatakan, dalam komunitas, jilbab sudah menjadi penerimaan norma perilaku yang ideal dan sering kali juga dipakai sebagai ukuran kadar religius personal. Nursyirwan mengatakan, secara umum dapat disimpulkan bahwa SKB tiga menteri tentang seragam sekolah untuk konteks Sumatra Barat dianggap tidak selaras dengan kandungan prinsip menjalankan agama, norma sosial dan identitas sosial. SKB tiga menteri sementara ini masih dianggap tantangan bagi pemuka agama dan ormas Islam di Sumatra Barat.
"SKB tiga menteri sekarang menjadi fokus perhatian dalam menindaklanjuti prinsip keberagaman identitas sosial di kalangan perempuan, khususnya remaja putri usia sekolah, antara yang beragama Islam, dan non Islam," ujarnya.
Ia juga mengingatkan, akan berlangsung proses perubahan sosial baru tentang ekspresi dan artikulasi identitas sosio-religius remaja putri usia sekolah di Sumatera Barat. Akibat SKB tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah.
Muzakarah Majelis Silatulfikri yang mengangkat topik SKB Tiga Menteri Untuk Apa?, dihadiri beberapa narasumber dan sejumlah tokoh agama serta akademisi. Di antaranya Din Syamsuddin sebagai moderator acara ini, Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) sekaligus Rektor Universitas YARSI Prof Fasli Jalal, Anggota DPR RI dari Fraksi PAN Guspardi Gaus, Ketua Umum PP Wanita Islam Marfuah Mustofa, dan Presidium Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOWI) Sabriati Aziz.