REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin berharap masjid difungsikan sebagai tempat umat mengembangkan cara berpikir wasathiyah atau moderat dan dinamis. Wapres berharap masjid berperan sebagai wadah untuk melestarikan cara berpikir sebagaimana diajarkan Rasulullah yakni moderat, dinamis dan tidak ekstrem.
"Tempat yang paling baik untuk melakukan penguatan cara berpikir wasathy tersebut adalah masjid, karena tidak ada umat Islam yang lepas dari pengaruh masjid," kata Ma'ruf saat membuka Seminar Internasional “Membangun Peradaban Islam Berbasis Masjid.” yang digelar Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Kamis (11/2).
Ma'ruf meyakini, penerapan cara berpikir moderat, dinamis, tidak ekstrem dan tidak liberal akan memajukan peradaban Islam yang menjadi peradaban dunia pada masa lalu. Dalam jangka panjang, umat dapat membangun kembali peradaban Islam dan menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik melalui masjid.
Wapres mengatakan, dalam sejarahnya masjid sebagai tempat memulai peradaban Islam sangat relevan, karena umat Islam tidak dapat dipisahkan dari masjid. Bagi umat Islam, masjid tidak terbatas sebagai tempat ibadah atau ritual keagamaan lainnya, akan tetapi juga menjadi simbol dan identitas umat Islam yang turut mewarnai dimensi sosial, ekonomi bahkan politik.
"Dalam sejarah panjang, masjid senantiasa berada di jantung komunitas, berperan dalam aktivitas keseharian dan aktivitas untuk membangun pemikiran dan budaya masyarakat. Masjid berfungsi tidak saja sebagai institusi spiritual tetapi jauh lebih daripada itu," kata dia.
Masjid juga merupakan institusi pendidikan, sosial, pemerintahan, dan bahkan administrasi. Bahkan, ujar dia, peran masjid sudah ada jauh dari zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai peradaban modern.
Rasulullah SAW telah berhasil menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan spritual, pemikiran, aktivitas kemasyarakatan yang selanjutnya membentuk budaya dan peradaban yaitu melalui masjid Nabawi. Begitu juga banyak literatur yang membahas mengenai peran Masjid dalam peradaban, seperti Masjid Sheikh Lutfillah di Isfahan Iran, yang dibangun selama 16 tahun dari 1603 hingga 1619 merupakan sebuah contoh representasi dari peradaban Islam di Persia.
Contoh lainnya ada Masjid Aqsunqur di Mesir; Masjid Hasan II di Maroko; Blue Mosque di Turki; Masjid Wazir Khan di Pakistan; Masjid Raya Xi’an di Tiongkok serta berbagai masjid lainnya.
Sedangkan di Indonesia banyak pondok pesantren yang bermula dari berdirinya sebuah masjid sebagai tempat para kiai mengajar. Dalam perkembangan selanjutnya, secara bertahap dibangunlah pondok-pondok pesantren dari awalnya masjid."Karenanya, peran terpenting masjid adalah sebagai wadah untuk melestarikan cara berpikir sebagaimana diajarkan Rasulullah," katanya.
Menurut Ma'ruf, cara berpikir adalah kunci utama dari maju mundurnya sebuah peradaban. Ia menilai, salah satu hambatan dalam perkembangan peradaban saat ini antara lain adalah cara berpikir sempit dan tidak terbuka terhadap perubahan. Karena itu, ia tidak ingin umat Islam, ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini.