Ma’asyiral Muslimin, sidang jum’at Rahimakumullah
Ketiga, pedagang yang tidak dzalim. Kemuliaan pedagang, selain tetap istiqamah menjadi hamba yang dekat dengan Allah SWT seperti penjelasan pada di atas. Kemuliaan pedagang juga tevisualisasi dalam aktivitas perniagaan mereka, yaitu perniagaan yang sesuai dengan prosedur dagangnya Nabi Muhammad SAW.
Mereka selalu memperhatikan kuantitas atau takaran barang dagangan, tidak menguntungkan diri sendiri, tetapi merugikan orang lain, atau yang disebut dzalim. Sebagaimana Allah SWT berfirman :
أَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُخْسِرِينَ () وَزِنُوا۟ بِٱلْقِسْطَاسِ ٱلْمُسْتَقِيمِ () وَلَا تَبْخَسُوا۟ ٱلنَّاسَ أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan," (QS. Asy-Syuara : 181-183).
Tiga hal tersebut adalah tipologi atau karakteristik pedagang mulia berdasarkan spirit surat Fathir ayat 29 yang bisa kita teladani. Jika disimpulkan, menjadi mulia di dunia dengan tidak berbuat dzalim serta mulai di akhirat tanpa melalaikan hubungan transenden dengan Allah SWT adalah karakter yang dimiliki oleh pedagang mulia.
Wallahu A’lam bisshawab.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فىِ اْلقُرأنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الاٰيَاتِ وَالذِّكْرَ اْلحَكِيْمِ، وَ تَقَبَّلَ مِنيِّ وَ مِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الَسمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Baca Juga: Teks Khutbah Jumat: Menyucikan Jiwa