REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menargetkan transaksi zakat melalui digital sebesar 35 persen. Proyeksi tersebut seiring dengan munculnya peluang bonus demografi dan menyambut hadirnya generasi Z dan milenial sebagai muzakki (donatur).
“Kami berharap sekitar 35 persen di tahun ini zakat di Baznas dapat dihimpun dari strategi digital dan melibatkan generasi Z serta milenial menjadi muazakki ZIS (zakat, infak, sedekah),” kata Direktur Utama Baznas Arifin Purwakanata saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (29/1).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, generasi milenial adalah mereka yang dikelompokkan lahir di tahun 1981-1996, sedangkan generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1997-2012. Adapun jumlah generasi milenial berdasarkan sensus penduduk dari BPS di 2020 mencapai 25,87 persen, sedangkan generasi Z mencapai 27,94 persen.
Jika generasi milenial digabungkan dengan generasi Z berdasaran sensus penduduk 2020 tadi, maka total populasi dari kedua generasi ini mencapai 145,39 juta jiwa atau biasa dikenal dengan istilah bonus demografi. Untuk itu Arifin menyampaikan, Baznas telah mengkalkulasi peluang hadirnya bonus demografi tersebut.
“Baznas sejak 2016 sudah memperkirakan di era-era ke depan, kita akan dipaksa atau didorong oleh keadaan. Mau tidak mau harus masuk digitalisasi zakat. Makanya kita sejak awal meluncurkan gagasan Zakat Digital,” ujarnya.
Di mana kemudahan, kata dia, menjadi salah satu hal yang penting baik dalam memudahkan orang berzakat. Baik kemudahan dalam sistem operasional kelembagaan zakat, maupun dalam konteks membantu pemberdayaan mustahik.
Dalam konteks pengumpulan zakat, ia menyampaikan, pengumpulan zakat di era digital saat ini dipercepat dengan adanya pandemi. Era digital yang identik dengan kalangan milenial dan generasi Z dinilai harus disambut dengan sejumlah strategi.
“Oleh karena itu kami memang menyiapkan beberapa strategi dalam melayani anak-anak muda ini untuk beribadah zakat. Baznas merancang strategi baik berupa komunikasi, saluran donasi, dan juga berbagai layanan yang semuanya melalui digital,” ungkapnya.
Pengamat Ekonomi Syariah dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisono menyampaikan, peluang digitalisasi zakat memang harus disambut dengan infrastruktur serta ekosistem digital. Namun demikian pihaknya menggarisbawahi tentang literasi zakat kepada dua generasi tersebut yang menjadi hal krusial dan harus diakomodasi.