REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ulama Jawa Timur, KH Afifudddin Muhajir menerima gelar kehormatan doktor honoris causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongon Semarang pada Rabu (20/1). Ia dipandang layak dianugerahi gelar tersebut karena telah berjasa besar dalam pengembangan ilmu fikih dan ushul fikih.
Proses penganugerahan ini dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat di UIN Walisongo, Semarang. Acara ini hanya dihadiri oleh kalangan terbatas karena prosedur Covid-19 dan ditayangkan secara virtual di Channel Youtube Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, yaitu S3 TV.
Kiai Afif merupakan tokoh ketiga yang menerima gelar honoris causa dari UIN Walisongo Semarang. Sebelumnya, KH Husein Muhammad dan Dahlan Iskan juga menerima gelar kehormatan dari UIN Walisongo.
Rektor UIN Walisongo Semarang, Prof Imam Taufiq menganugerahkan gelar doktor kehormatan kepada Kiai Afif atas jasa dan karyanya yang luar biasa bagi ilmu pengatahuan, kebudayaan, kemasyarakatan dan kemanusiaan, terutama dalam bidang ilmu fikih dan ushul fikih.
“Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan di Semarang pada tanggal 25 November 2020,” kata Wakil Rektor II UIN Walisongo Semarang, Abdul Kholiq saat membacakan surat keputusan Rektor UIN Walisongo.
Dalam acara penganugerahan itu, Kiai Afif menyampaikan orasi ilmiahnya yang berjudul “Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam Timbangan Syariat (Kajian Pancasila dari Aspek Nushush dan Maqashid.
Kiai Afif berpandangan bahwa pancasila dalam hubungannya dengan syariat berkisar antara tiga kemungkinan. Pertama, Pancasila tidak bertentangan dengan syariat karena berdasarkan istiqra’ tidak ditemukan sama sekali ayat maupun hadis yang bertentangan dengan lima silanya.
“Kedua, ia sesuai dengan syariat karena berdasarkan istiqra juga ditemukan sejumlah ayat dan hadis yang selaras dengan kelima silanya. Ketiga, ia adalah syariat itu sendiri,” kata Kiai Afif.
Tidak ada yang meragukan kapasitas Kiai Afif sebagai ulama maupun akademisi. Kiai Afif dipercaya sebagai Rais Syuriah PBNU dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Selain itu, Kiai Afif juga merupakan Ketua Dewan Masyayikh Ma’had Aly Sukorejo, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, dan Dosen Universitas Ibrahimy Sukorejo yang memiliki keahlian khusus di bidang fikih dan ushul fikih.
Ketua MUI Pusat, KH Cholil Nafis menyampaikan selamat atas gelar yang diraih oleh KH Afifuddin Muhajir. Dia berharap sosok Kiai Afif bisa memicu semangat kaum santri untuk belajar setinggi-tingginya, sehingga kelak bisa bermanfaat di tengah-tengah masayrakat
“Selamat atas gelar yang diraih oleh beliau. Semoga dapat memicu semangat kepada santri-santri yang lain untuk belajar hingga sampai pada puncak keilmuan, baik diakui oleh instansi akademik tertentu maupun tidak, namun yang terpenting dapat dirasakan oleh masyarakat luas,” jelas Kiai Cholil saat dikonfirmasi Republika.co.id.
Kiai Afif juga termasuk salah satu ulama yang produktif menulis buku atau kitab. Di antara karyanya berjudul: Kritik Nalar Fikih NU, Fikih Anti Korupsi, Korupsi kaum Beragama, Fikih Menggugat Pemilihan Langsung, Kitab Fatḥul Mujīb Al-Qarīb Syaraḥ at-Taqrīb li Abī Syuja’, Al-Luqmah As-Sā’igah, Metodologi Kajian Fikih, dan Maslaḥah sebagai Cita Pembentukan Hukum Islam.