REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Manusia kerap dilanda cobaan dan ujian hidup yang Allah berikan. Bentuknya bisa beragam macam, namun yang perlu selalu diingat adalah Allah SWT selalu memberikannya dengan disesuaikan kadar kemampuan manusia.
Manusia pun selalu memiliki kesempatan setiap hari untuk menemukan momentum terbaik dalam hidup, apa itu? Syekh Ibnu Athaillah dalam kitab Al-Hikam menjelaskan:
خَيْرُ أوْقاتِكَ وَقْتٌ تَشْهَدُ فيهِ وُجودَ فاقَتِكَ وَتُرَدُّ فيهِ إلى وُجودِ ذِلَّتِكَ “Khairu awqaatika waqtun tasyhadu fihi wujuda faaqatika, wa taridu fihi ila wujudi dzillatika,”. Yang artinya: “Saat-saat terbaik yang kau miliki adalah ketika engkau menyadari betapa tergantungnya dirimu pada Allah dan hal itu menyadarkan betapa lemah dan hinanya dirimu.”
Dijelaskan bahwa di saat seseorang menyadari betapa tergantungnya seorang hamba pada Allah, maka saat-saat semacam itulah yang dianggap momentum terbaik. Karena pada waktu inilah seorang hamba merasa hadir dengan Tuhannya.
Sebab barangkali sebelumnya, manusia kerap memalingkan pandangan dari segala sarana dan medium yang dapat mendekatkan diri pada Allah SWT. Maka momentum terbaik dalam hidup bagi seorang hamba adalah di saat mampu memalingkan segala bentuk perbuatan yang menjauhkan dari Allah SWT.
Sebaliknya, momentum atau saat-saat terburuk seseorang adalah di saat seseorang merasa kaya dan sempurna, sehingga hal itu semakin membuatnya jauh dari Allah SWT.
Masyhur dikisahkan bahwa Atha As-Silmi selama tujuh hari tak sedikitpun makan dan tidak bisa melakukan apa-apa. Meski demikian, hatinya tetap merasa bahagia mengalami hal itu. Atha bahkan berkata: “Ya Allah, sekiranya Engkau tidak memberiku makan tiga hari lagi ke depan, aku akan (tetap) sholat menyembah-Mu sebanyak 1.000 rakaat.”