REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agama Islam mengajarkan umatnya untuk selalu memperbanyak melakukan amal baik di manapun dan kapanpun. Jika muncul niat dalam hati dan pikiran untuk melakukan amal baik, sangat dianjurkan untuk tidak menunda-nundanya.
Syekh Ibnu Atha'illah dalam Kitab Al-Hikam menyampaikan bahwa menunda melakukan amal baik guna menantikan kesempatan yang lebih luang, termasuk tanda kebodohan jiwa.
Mengutip terjemah Al-Hikam karya Ustaz Bahreisy, kebodohan jiwa yang dimaksud Syekh Ibnu Atha'illah bisa disebabkan beberapa hal. Pertama, karena mengutamakan duniawi. Padahal Allah SWT berfirman.
بَلْ تُؤْثِرُونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰٓ
Artinya, "Tetapi kamu mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat itu lebih baik dan kekal selamanya." (QS Al-A'la: 16-17)
Kedua, menunda melakukan amal kebaikan karena ia tidak tahu apakah di masa yang akan datang masih ada kesempatan melakukan amal baik, padahal mungkin juga ajal lebih dulu datang kepadanya sebelum ia sempat melakukan amal kebaikan.
Ketiga, kemungkinan azzam atau kebulatan tekad, niat dan hasrat untuk melakukan amal kebaikan menjadi lemah dan mengubah rencananya melakukan amal kebaikan.
Ustaz Bahreisy mengatakan, seorang pujangga menyampaikan bahwa jangan menunda sampai besok apa yang dapat engkau kerjakan hari ini. Waktu sangat berharga maka jangan engkau habiskan kecuali untuk sesuatu yang bermanfaat.