REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dewan Muslim Prancis hampir mencapai kesepakatan pada landasan Islam yang diterakan di Prancis sesuai keinginan Presiden Macron
Para pemimpin Muslim di Prancis telah mengusulkan piagam baru yang diminta oleh Presiden Emmanuel Macron dalam upayanya untuk memberantas sektarianisme dan ekstremisme, dengan kesepakatan dari federasi Muslim negara itu, Ahad (17/1).
Macron mendesak Dewan Kepercayaan Muslim Prancis (CFCM) untuk merancang piagam itu pada November, setelah pembunuhan ekstremis terhadap seorang guru sekolah yang mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada para siswa.
Dorongan itu adalah bagian dari harapan Macron untuk membebaskan Islam dari pengaruh radikal yang melanggar sekularisme ketat Prancis dan yang disalahkan atas gelombang pembunuhan ekstremis dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintahnya telah memulai tindakan keras terhadap masjid dan asosiasi ekstremis, dan berencana untuk memecat sekitar 300 imam di Prancis yang dikirim untuk mengajar dari Turki, Maroko, dan Aljazair.
Tetapi beberapa federasi anggota CFCM mengkritik gagasan piagam yang menyatakan Islam sesuai dengan hukum dan nilai Prancis langkah pertama menuju pembentukan dewan sertifikasi nasional untuk para imam (CNI).
Pada Sabtu (16/1) presiden CFCM Mohammed Moussaoui dan dua wakil presidennya mencapai kesepakatan dalam pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin, yang diserahkan ke federasi dewan untuk ditandatangani.
"Ada kesadaran bahwa ketidaksepakatan ini menghalangi komunitas Muslim untuk menegaskan dirinya sendiri. Kesadaran ini memungkinkan kami untuk mengatasi perbedaan kami," kata Moussaoui kepada AFP dilansir di alarabiya.net
Piagam tersebut menolak menginstrumentasi Islam untuk tujuan politik dan menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, sementara mencela praktik seperti sunat perempuan, kawin paksa atau sertifikat keperawanan untuk pengantin perempuan.
Ia juga secara eksplisit menolak rasisme dan anti-Semitisme, dan memperingatkan bahwa masjid tidak diciptakan untuk menyebarkan pidato nasionalis yang membela rezim asing.
Pemerintah Macron juga mendorong melalui undang-undang untuk memerangi radikalisme Islam yang merusak, yang akan memperketat aturan tentang berbagai masalah mulai dari pendidikan berbasis agama hingga poligami.
Tindakan tersebut, bersama dengan pembelaan presiden terhadap kartun Nabi Muhammad yang kontroversial yang diterbitkan oleh Charlie Hebdo, telah memicu kemarahan di antara banyak orang di dunia muslim yang percaya Macron secara tidak adil menargetkan seluruh agama. Macron telah menolak klaim tersebut, dengan mengatakan undang-undang tersebut bertujuan untuk melindungi sekitar empat hingga lima juta muslim di negara itu, jumlah terbesar di Eropa.