REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO— Kebijakan pemerintah Sri Lanka untuk membakar mayat (kremasi) semua korban Covid-19 menimbulkan kontradiksi setelah kremasi paksa bayi berusia 20 hari anak dari warga Muslim yang meninggal diduga Covid-19.
Bayi yang bahkan belum diberikan nama itu adalah anak pertama dari pasangan Mohamed Fahim dan Fathima Shafna yang telah enam tahun menunggu kelahiran sang buah hati.
Kisah Fahim dan istrinya pun viral dan menuai komentar para kritikus yang mengatakan bahwa keputusan kremasi tidak berdasar pada sains dan hanya ditujukan bagi komunitas minoritas saja.
Pada Senin (7/12) malam Fahim dan Shafna melihat bayi mereka kesulitan bernafas, dan langsung membawanya ke rumah sakit anak-anak terbaik ibu kota Kolombo, Lady Ridgeway.
"Mereka memberi tahu bahwa bayi kami dalam kondisi parah dan menderita pneumonia. Tapi kemudian, sekitar tengah malam, mereka melakukan tes antigen dan memberi tahu kami bahwa bayi itu positif virus corona," Mohamed Fahim yang dikutip di BBC, Selasa (29/12).
Dokter kemudian menguji Fahim dan istrinya tetapi keduanya negatif. "Saya bertanya bagaimana bayi saya positif ketika kami berdua, bahkan ibu yang menyusui dia, negatif?" tanyanya.