REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Indonesia memiliki potensi wakaf yang besar. Menurut Kementerian Agama, tahun 2020 wakaf tanah di Indonesia memiliki potensi seluas 52.475 hektar sedangkan wakaf uang potensinya Rp 3 triliun. Tapi pada kenyataannya, masih terdapat permasalahan serta kesenjangan yang tinggi. Sejumlah permasalahan wakaf di Indonesia di antaranya kurangnya profesionalisme nazhir wakaf, dukungan anggaran dari pemerintah yang minim, minimnya data serta perkembangan wakaf antarwilayah dan waktu tidak dapat diperbandingkan.
Dr Irfan Syauqi Beik, dosen IPB University dari Departemen Ekonomi Syariah dalam seminar Indeks Wakaf Nasional, Rabu (23/12) yang digelar oleh Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) menjelaskan bahwa berbagai permasalahan tersebut disebabkan belum adanya suatu indikator atau indeks yang dapat menjadi acuan terkait kondisi perwakafan di Indoensia yang mencakup tingkat makro maupun mikro.
“Hal yang sangat krusial adalah bagaimana meningkatkan kinerja pengelolaan wakaf sehingga instrumen wakaf dapat berperan dalam penguatan perekonomian. Untuk meningkatkan kinerja, kita perlu alat ukur atau measurement standar yang bisa dijadikan sebagai referensi sekaligus sebagai alat untuk menilai aspek pertanggungjawaban, akuntabilitas dan transparansi yang ujungnya nanti akan meningkatkan kepercayaan publik,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ia menambahkan bahwa measurement standar diperlukan sebagai panduan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan wakaf yang efektif yang didasarkan research-based policy. Kebijakan itu harus didasarkan pada studi mendalam, efektif dan tepat serta memberikan dampak yang positif.
“Berangkat dari pentingnya hal tersebut maka kami melakukan riset serta mengembangkan indeks wakaf nasional,” jelasnya.
Riset mengenai Indeks Wakaf Nasional (IWN) tersebut merupakan Riset Kolaborasi Indonesia (RKI) yang terjalin atas kerjasama empat kampus yaitu IPB University, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada serta Universitas Airlangga.
Gagasan IWN ini juga didasarkan kepada pertumbuhan yang terjadi di gerakan zakat. Dari sisi pengumpulan zakat misalnya, dalam kurun empat tahun, dari tahun 2015-2019 terjadi lonjakan hampir tiga kali lipat. Hal ini disebabkan desain sistem kelembagaan zakat didasarkan pada measurement standar yang disebut Indeks Zakat Nasional (IZN). IZN memiliki banyak komponen yang menjadi konsen dalam pengembangan kebijakan pengelolaan zakat yang ujungnya mengarah pada upaya optimalisasi pengelolaan zakat itu sendiri.
Dr Irfan menerangkan dalam penyusunan indeks wakaf harus disusun dengan sejumlah prinsip agar pada saat diimplementasikan dapat memberikan dampak seperti yang diharapkan.
“Karena itu kami mendasarkan pada lima prinsip yang kita singkat "SMART" yaitu Specific, Measurable, Applicable, Reliable dan Timely,” terangnya.
Dr Irfan berharap riset tentang IWN ini dapat merefleksikan kinerja sistem perwakafan nasional secara komprehensif nantinya. “Selain itu hasil studi ini bisa diadopsi otoritas terkait, dalam hal ini BWI, dan dukungan dari Kementrian Agama agar IWN ini dijadikan instrument kebijakan resmi. Harapan kami juga ini bisa memperkuat literasi wakaf dan penguatan keilmuan wakaf, sebagai dasar penguatan kelembagaan nazir wakaf serta mendorong penguatan database wakaf nasional,” tandasnya.