REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Vaksin Covid-19 yang dinanti-nantikan dikatakan tidak perlu halal untuk dapat diberikan di Malaysia. Hal ini dijelaskan oleh Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah untuk menghilangkan kekhawatiran di kalangan Muslim setempat tentang suntikan yang mengandung zat yang dilarang dalam Islam.
"Jika mereka bisa mendapatkan sertifikasi halal itu akan lebih baik, tapi kami tidak mendaftarkan obat berdasarkan status halal atau tidak. Kami juga mendaftarkan obat non-halal," kata Noor Hisham dilansir di The Straits Times, Kamis (10/12).
Kekhawatiran tentang kehalalan vaksin Covid-19 bagi umat Islam telah muncul ketika Malaysia menandatangani kesepakatan dengan produsen. Malaysia menandatangani kesepakatan dengan Pfizer pada November untuk memasok 12,8 juta dosis vaksin Covid-19 untuk 20 persen populasi.
Negara ini juga telah menandatangani perjanjian dengan Fasilitas Covax untuk vaksin yang mencakup 10 persen dari populasi. Kendati demikian, Malaysia juga akan mendapatkan vaksin dari China, yang telah menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam tentang status kehalalannya.
Komite Muzakarah Khusus Dewan Nasional Urusan Islam Malaysia bertemu pada 3 Desember lalu untuk membahas apakah vaksin dapat diberikan kepada Muslim. Menteri Agama Zulkifli Mohamad Al-Bakri mengatakan pekan lalu keputusan itu akan diumumkan setelah diserahkan kepada Raja, yang mengawasi masalah agama, untuk persetujuannya.
"Kalaupun ada bahan yang tidak boleh, proses transformasi kimiawi akan membuatnya bersih dan halal," kata Mufti Perlis Mohd Asri Zainul Abidin dalam postingan Facebook usai menghadiri rapat komite Muzakarah pekan lalu.
Malaysia mencatat 959 kasus baru pada Rabu (9 Desember) dan lima kematian. Ini membuat penghitungan kasus yang dikonfirmasi menjadi 76.265, sementara kematian mencapai 393.