REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengatakan akan menolak merundingkan kembali kesepakatan nuklir sampai sanksi atas negara Timur Tengah itu dicabut. Ia menginginkan negara-negara yang memberikan sanksi kepada Iran menyadari tindakan tersebut tidak berguna.
Dalam pidatonya di depan para pejabat tinggi sebagai bagian dari pertemuan untuk membahas pengelolaan ekonomi, Khamenei mengatakan mengenai sanksi, ada dua masalah. Pertama, cara meredakan sanksi juga mengatasinya dan cara mencabut sanksi tersebut.
"Kami pernah mencoba jalur pencabutan sanksi dan bernegosiasi selama bertahun-tahun, tetapi tidak membuahkan hasil. Jika kita bisa mengatasi sanksi melalui kerja keras dan inovasi serta menghadapi masalah yang datang dan pihak lain melihat sanksi tidak efektif, secara bertahap mereka akan berhenti memberikan sanksi," katanya di situs resmi Khamenei, dilansir dari Aljazirah, Selasa (24/11).
Menurut Khamenei, Iran memiliki banyak kapasitas untuk meniadakan sanksi tersebut. Dia menyebut negaranya hanya perlu berusaha dan menuju ke inti masalah.
Setelah bertahun-tahun sanksi multilateral, Iran mencapai kesepakatan nuklir penting dengan kelompok kekuatan dunia P5 +1 pada 2015. Kesepakatan itu mencabut sanksi dengan imbalan pembatasan program nuklir Iran.
Namun pada Mei 2018, Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari perjanjian tersebut dan menjatuhkan sanksi ekonomi yang keras terhadap Iran meskipun mendapat banyak tentangan.
Kampanye tekanan maksimum kepada Iran secara efektif memasukkan seluruh sektor keuangan Iran ke dalam daftar hitam, tetapi gagal membawa Iran kembali ke meja perundingan nuklir. Pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden diharapkan bisa menandakan perubahan dalam kebijakan AS kepada Iran.
Dalam pidatonya, Khamenei juga mengecam Prancis, Jerman dan Inggris, yang dikenal sebagai E3, karena mengkritik Iran. “Meskipun mereka sendiri memiliki jumlah campur tangan yang salah dalam urusan daerah, mereka mengatakan kepada kami untuk tidak ikut campur di daerah tersebut,” katanya. Sementara Inggris dan Prancis memiliki rudal atom yang merusak dan Jerman berada di jalur ini, mereka menasehati kami yang tidak punya rudal," katanya.