REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Muslim Prancis menggugat perusahaan aplikasi doa dan ibadah Muslim Pro ke pengadilan. Gugatan ini dilakukan setelah Muslim Pro diduga menjual data yang berakhir di tangan tentara AS.
Mantan para pelanggan aplikasi Muslim Pro telah mengajukan pengaduan. Pengacara para penggugat menyebut kasus ini akan diajukan hari ini, Selasa (24/11) waktu setempat.
Dilansir di The National News, Selasa (24/11), gugatan tersebut menuduh Muslim Pro melakukan pelanggaran perlindungan data. Radio RTL Prancis juga menyebut pengguna menuntut perusahaan telah menyalahgunakan kepercayaan, membahayakan nyawa orang lain dan konspirasi untuk melakukan pembunuhan.
Sementara itu, Departemen Perlindungan Data Pribadi (PDPD) Malaysia mendesak aplikasi Muslim Pro untuk memastikan keamanan data pribadi penggunanya sehingga tidak akan disalahgunakan.
Dilansir dari Bernama, Selasa (24/11) PDPD sekaligus mengingatkan pengguna data untuk mematuhi prinsip Perlindungan Data Pribadi yang diuraikan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi 2010 (UU 709).
Laporan yang disampaikan grup media Vice pekan lalu tentang bagaimana tentara AS membeli data geolokasi pengguna dari aplikasi di seluruh dunia, telah menimbulkan banyak reaksi.
Salah satu aplikasi yang disebut adalah aplikasi Muslim Pro. Didirikan pada 2009, Muslim Pro dikembangkan oleh perusahaan teknologi Bitsmedia, dengan kantor pusat di Singapura. Aplikasi tersebut memiliki opsi geolokasi yang memungkinkan pengguna menentukan jam sholat serta arah ke Makkah.
Dalam artikel tersebut, dituliskan perusahaan menjual data ini ke sebuah perusahaan bernama X-Mode. Selanjutnya, perusahaan menjualnya ke sub-kontraktor dan dengan ekstensi tentara.
Pasukan Khusus AS lantas dapat menggunakan data tersebut untuk misi luar negeri. Laporan yang sama berspekulasi data yang didapat bisa digunakan untuk eksekusi di luar hukum terhadap tersangka teror melalui serangan pesawat tak berawak.
Sehari setelah laporan itu keluar, Muslim Pro lantas mengatakan akan menghentikan semua pembagian datanya dengan perusahaan lain. Perusahaan yang didirikan oleh seorang berkebangsaan Prancis yang berbasis di Singapura itu mengatakan telah melakukan penyelidikan internal.
Muslim Pro juga telah membantah menjual data pribadi pengguna kepada Militer Amerika Serikat untuk tujuan kontraterorisme.
“Muslim Pro menjelaskan bahwa informasi yang diberikan sebelumnya kepada X-Mode bukanlah data pribadi. Muslim Pro sangat berkomitmen untuk melindungi data pribadi penggunanya sesuai dengan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi," kata Muslim Pro
"Hingga saat ini, sebanyak 72 persen pengguna Muslim Pro adalah pengguna tidak terdaftar dan itu meningkatkan anonimitas aplikasi," bunyi pernyataan itu.