REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian mengatakan kepada Sekjen Liga Muslim Dunia (MWL) Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa, bahwa negaranya menghormati Islam dan bahwa Muslim Prancis adalah bagian dari negara itu.
Klaim tersebut diungkapkan oleh Le Drian kepada Karim Al-Issa dalam percakapan melalui sambungan telepon, pada Kamis (19/11).
Menurutnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron dituduh telah menstigmatisasi Muslim Prancis untuk tujuan pemilihan dan menumbuhkan iklim ketakutan dan kecurigaan terhadap mereka. Tuduhan tersebut datang setelah Macron mengatakan akan memerangi sparatisme Islam di negaranya.
"Separatisme Islam, bukan Islam," kata Le Drian dilansir dari Arab News, Jumat (20/11).
Pernyataan Presiden Prancis telah memicu protes umat muslim di seluruh dunia. Mereka bahkan memboikot produk-produk asal Prancis.
Prancis kembali memanas pasca peristiwa pembunuhan guru Samuel Paty pada 16 Oktober lalu. Guru tersebut dipenggal kepalanya setelah menunjukkan kartun Nabi Muhammad di salah satu kelasnya untuk materi kebebasan berekspresi.
Penyerangan dilakukan Abdullah Anzorov (18 tahun) asal Chechnya, yang kemudian ditembak mati oleh polisi.
Macron memberikan penghormatan kepada Paty dan mengatakan, Prancis tidak akan melepaskan kartun tersebut. Pernyataannya ini kemudian menyebabkan kemarahan muslim di seluruh dunia.