Jumat 20 Nov 2020 15:24 WIB

Benarkah Barat Penuh dengan Toleransi, Utamanya ke Islam?

Dunia Barat selama ini mengklaim paling toleran dan multikultural

Dunia Barat selama ini mengklaim paling toleran dan multikultural.  Seorang warga Muslim berjalan melewati tulisan penghinaan rasial yang dilukis di dinding masjid di kota Saint-Étienne di Prancis tengah.
Foto:

Pada level komunal, gejala ketidaktoleranan terhadap kultur lain dapat dilihat di Belgia. Negeri kecil Belgia dengan luas wilayah tak lebih luas dari Jawa Barat sudah beberapa lama terbelah. Antara bagian utara yang berbahasa Belanda (Vlaamatau Flemish) dan bagian selatan yang ber bahasa Prancis (Wallonia). Antara 2010–2011, sekitar 541 hari Belgia tak memiliki pemerintahan. 

Karena, dua partai dengan suara terbanyak dari dua bagian negara yang berbeda selalu tak memiliki kesepakatan untuk membentuk pemerintahan. Kecurigaan dan prasangka antarpenduduk mau pun kelompok politik berbeda bahasa terus berkembang. Padahal, total penduduk Belgia hanya 11 juta jiwa. Negeri Spanyol setali tiga uang.

Negeri sepak bola tersohor sejagat ini tak sepenuhnya damai. Masih ada riak-riak ketidakpuasan terhadap Pemerintahan Madrid. Daerah Catalan di sisi Tenggara Spanyol dan Basque di Utara selalu menuntut otonomi hingga pemisahan diri dari pe merintah pusat di Madrid.

Tak hanya individu dan masyarakat umum, negara pun bisa mendukung sikap tidak toleran dan antimultikulturalisme. Masih ingat dalam benak kita betapa pemerintah dan parlemen Prancis meloloskan begitu saja undang-undang yang melarang penggunaan dan penampakan simbol-simbol agama, seperti jilbab bagi Muslimah, kippa bagi Yahudi, dan kalung salib bagi Kristiani di sekolah-sekolah publik pada Maret 2004.

photo
Sekelompok wanita berunjuk rasa di Prancis menuntut dihentikannya Islamofobia. Sekjen PBB Antonio Guterres menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya Islamofobia. Ilustrasi. - (Christophe Petit/EPA)

Kebijakan ini adalah atas nama melindungi sekularisme Prancis dan menjaga “netralitas” lembaga publik dari simbol-simbol agama. Itu berlaku buat para siswa, guru maupun, tenaga administrasi. Dan, bisa diduga, kor ban-korban pun bermunculan. Sejumlah siswi Muslimah jadi subjek diskriminasi di sekolah publik hanya karena memilih berhijab.

Tak cukup itu, apabila pelarangan hijab hanya berlaku di sekolah publik maka pada September 2010 parlemen Prancis mengesahkan UU yang melarang penggunaan burqa (cadar/ penutup wajah) di seantero Prancis. Pengambilan keputusan di parlemen sangat dramatis. Di mana hanya satu suara menolak, sementara 246 suara lainnya setuju pelarangan burqa. 

Kenyataan ini sangat ironis. Mengingat, di Prancis ada beberapa tempat yang legal sebagai nudist beach (pantai di mana orang bebas bertelanjang ria), sementara mereka yang berburqa malah dilarang dan yang berjilbab dibatasi. Jadi, benarkah dunia Barat penuh dengan toleransi dan penghargaan terhadap multikulturalisme?

*Naskah bagian dari artikel Heru Susetyo yang terbit di Harian Republika 2012 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement