REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Intelektual Islam dari Nahdlatul Ulama Ulil Abshar Abdalla menilai, pengesahan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menunjukkan pemerintah sedang menganggap demokrasi Indonesia sudah kebablasan. Menurutnya, pemerintah melakukan intervensi atau mengontrol demokrasi melalui UU Ciptaker tersebut.
"Meskipun mungkin tidak dikatakan secara verbal, sepertinya mereka melihat bahwa kebebasan sekarang ini, yang kita alami ini, kebebasan yang sudah terlalu bebas, bablas, sehingga dirasakan penting untuk melakukan intervensi, untuk mengecek, untuk mengontrol kebebasan ini," ujar Gus Ulil dalam diskusi daring Nasib Demokrasi di Masa Pandemi, Selasa (17/11).
Ia pun mengaku cemas dan sedih karena perkembangan yang terjadi di Indonesia sekarang ini membuat demokrasi kehilangan daya tariknya. Demokrasi yang diikuti dengan kebebasan politik rupanya tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah karena demokrasi yang terlalu bebas.
Menurut Gus Ulil, sebagian masyarakat termasuk pejabat di Tanah Air justru menganggap model yang dianut China lebih tepat diterapkan di Indonesia. Muncul keraguan, baik di kalangan elite pemerintah maupun masyarakat sipil, terhadap demokrasi itu sendiri.
"Jadi seolah-olah model China yang lebih terpimpin secara politik ya, terkontrol semua stabil, itu oleh banyak kalangan sekarang ini baik di dalam pemerintahan dan juga dan ini saya mengikuti secara intensif percakapan masyarakat sipil melalui media sosial," kata dia.
Gus Ulil mengatakan, pengalaman model China ini nampaknya menarik beberapa kalangan di Indonesia. Terutama pengalaman China dalam menangani pandemi Covid-19 yang dinilai lebih sukses dibandingkan negara demokrasi seperti Amerika Serikat, Italia, dan Inggris.
"Ini tiga pengalaman negara demokratis yang gagal menangani pandemi dan kegagalannya sangat memalukan terutama Amerika Serikat plus Prancis di bawah Macron," tutur dia.
Mimi Kartika