Namun deklarasi Macron tentang pembelaannya atas hak berbicara, menurut Will Morro, penulis 'Nobody Believes Crazy', bertentangan dengan riwayat pemerintahannya yang paling terkenal karena dikutuk organisasi hak asasi manusia internasional karena kekerasan yang dilakukan polisi Prancis kepada kelompok pengunjuk rasa.
Dia bahkan terlibat dalam perang imperialis di seluruh Sahel dan Timur Tengah, yang dengan sengaja mengizinkan ribuan pengungsi yang mencoba mencapai Eropa dengan perahu untuk tenggelam di Mediterania.
"Sulit untuk menggambarkan kemunafikan yang terlibat dalam upaya Macron untuk menampilkan dirinya sebagai benteng untuk tradisi demokrasi dan kebebasan berbicara, karena pemerintahannya sendiri dikutuk oleh organisasi hak asasi manusia internasional," tulis Morro yang dikutip di Milli Gazette, Senin (16/11).
Disisi lain, Macron sedang bersiap untuk memperkenalkan undang-undang baru pada Desember mendatang, yang akan memberikan kekuasaan kepada pemerintah Prancis untuk memantau dan mengatur masjid dan komunitas Islam.
Undang-undang yang disebut "separatisme Islam" telah kembali menumbuhkan suasana anti-Muslim xenofobia permanen di Prancis, termasuk mengulang larangan jilbab pada 2004, dan burka di tempat umum pada 2010, kata Will Morro menambahkan.
Rencana 'anti-Islam' Macron juga digunakan kelompok ekstrimis sayap kanan, National Rally dan Marine Le Pen sebagai alasan untuk lebih keras 'memperlakukan' imigran dan Muslim.
Seluruh lembaga politik, mulai dari La France Insoumise karya Jean-Luc Mélenchon hingga Partai Sosialis (PS) dan Partai Republik (LR), bahkan telah bergabung di balik seruan munafik Macron untuk "persatuan nasional", kata Morro.
Elite yang berkuasa berusaha menggunakan kemarahan penduduk atas kasus Paty untuk membangun dukungan bagi program reaksioner Macron, menciptakan suasana histeria anti-Muslim. Akibatnya, banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masjid ditutup dalam dua pekan terakhir.
Prancis juga telah memutuskan untuk membubarkan badan amal Muslim Prancis terbesar, BarakaCity, yang membantu hampir 2 juta orang di 26 negara. Pendiri salah satu yayasan amal Muslim terbesar Prancis mengatakan, dia dan timnya ingin mencari suaka di Turki untuk melanjutkan pekerjaan kemanusiaan mereka.
sumber: https://www.milligazette.com/news/8-international/33744-politics-anti-islam-caricatures/