Senin 16 Nov 2020 19:06 WIB

Sudan yang tak Lagi Nyaman untuk Ikhwanul Muslimin?

Mesir dan Sudan berencana mengekstradisi Ikhwanul Muslimin

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Mesir dan Sudan berencana mengekstradisi Ikhwanul Muslimin Logo ikhwanul muslimin
Foto:

Pembicaraan antara Mesir dan Sudan tentang ekstradisi kelompok Islam itu terjadi beberapa hari setelah keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menghapus Sudan dari daftar Sponsor Terorisme Negara. Keputusan ini mendapat pujian dari Mesir. Kementerian Luar Negeri Mesir menyambut baik keputusan tersebut.

"Ini akan mengakhiri isolasi politik dan ekonomi selama bertahun-tahun yang telah dialami Sudan sebagai hasil dari dimasukkannya ke dalam daftar negara yang mensponsori terorisme," kata Kemenlu Mesir dalam sebuah pernyataan.

Sudan menjadi surga bagi banyak kelompok Islamis setelah penggulingan Morsi, yang melarikan diri ke Sudan melalui perbatasan selatan dengan bantuan penyelundup. Dari sana, beberapa di antaranya berhasil melakukan perjalanan ke Turki, Qatar, dan Malaysia.

"Tapi sekelompok dari mereka yang tidak melebihi beberapa ratus masih berada di negara itu," ucap Hani Raslan, ahli urusan Sudan di Pusat Studi Politik Al Ahram, sebuah lembaga yang dikelola negara, kepada Al-Monitor.

Raslan mengatakan, Sudan telah menyerahkan beberapa ekstremis, terutama mereka yang berafiliasi dengan kelompok kekerasan Ikhwanul Muslimin seperti Hasm. Ada pembicaraan untuk mendeportasi lebih banyak dari mereka. Seluruh kasus ditangani secara rahasia oleh dinas keamanan kedua negara. 

photo
Ilustrasi umat Islam di Sudan- (AP Photo/Abd Raouf)

"Selama pemerintahan Bashir, para pemimpin banyak kelompok Islam disambut di Khartoum, terutama anggota organisasi kekerasan radikal seperti Organisasi Jihad, Kelompok Islam dan lainnya, dan kemudian Sudan akan menyerahkan mereka ke negara lain. Kadang-kadang rezim di Sudan memanfaatkan ini; misalnya, mereka menawarkan untuk menyerahkan dokumen (Osama) bin Laden, yang tinggal di Sudan antara 1991 dan 1996, ke Amerika Serikat setelah (serangan) 11 September," tambah Raslan.

Raslan mengatakan, ada kesepakatan pembagian kekuasaan antara warga sipil dan militer di Sudan. "Tetapi tentara memiliki lebih banyak otoritas di negara itu, juga menyadari kepentingan keamanan nasional negara dan lebih dekat dengan Mesir, tidak seperti komponen sipil dalam pemerintahan saat ini," imbuhnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, lanjut Raslan, pihak berwenang Sudan telah memperkuat sikap mereka terhadap anggota Ikhwanul Muslimin yang hadir di negara itu, termasuk menangkap beberapa dari mereka. Dia memperkirakan kerja sama yang lebih luas antara Sudan dan Mesir dalam perang tersebut melawan terorisme.

Namun menyusul hasil pemilu Amerika Serikat, analis memperkirakan munculnya kritik tajam terhadap situasi hak asasi manusia di Mesir. Terutama sejak Presiden terpilih Joe Biden mengkritik dalam sebuah tweet pada Juli soal penangkapan pemberontak di negara itu. Biden mengatakan, "Tidak ada lagi cek kosong untuk 'diktator favorit' Trump," kata Biden mengacu pada Sisi.

 

Sumber: https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2020/11/egypt-sudan-handover-islamists-muslim-brotherhood.html

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement