REPUBLIKA.CO.ID, Pidato kontroversial Paus Benedictus XVI, Faith Reason and the University: Memories and Reflection pada 12 September 2006 di aula Magna University Rogensburg menunjukkan kecenderungan untuk mendeskreditkan ajaran Islam.
Dengan mengutip pernyataan Kaisar Byzantium, Manuel II Paleologus yang menyebut ajaran Nabi SAW membawa ajaran iman dengan pedang. Pidato terebut memancing reaksi masif dari orang-orang Islam di pelbagai belahan dunia. Di antaranya Turki, Mesir, Palestina, Maroko, Somalia, dan Indonesia.
Amerika Serikat yang paling merugi dari tragedi 11 September tidak segan-segan menjanjikan dana 187 juta dolar AS supaya materi jihad dihapus dalam kurikulum pesantren salaf. Alasannya sebagaimana disampaikan Presiden George W Bush dalam kunjungannya ke Bali, 22 Oktober 2003, jihad dianggap sebagai materi berbahaya yang mendidik santri-santri supaya berani mati dan menjadi teroris.
Benang kusut sejarah Jika mau ditelusuri, salah paham orang-orang Barat tentang jihad tampaknya disebabkan cerita-cerita perang yang banyak ditampilkan dalam sejarah Islam klasik. Dalam sejarah terjadi simpang-siur pemicu peperangan pada zaman Islam klasik.
M Abduh (1849-1905), salah satu pemikir liberal di Mesir, mengatakan tidak pernah disebutkan dalam sejarah, agama yang hendak disebarkan dengan cara pemaksaan dan peperangan. Kalaupun ada, perang itu erat kaitannya dengan politik.
Perang yang terjadi di masa Nabi SAW muncul karena masalah politik. Peperangan ini hemat saya disebut sebagai perang nasional (al-harb alwathani) daripada perang agama (alharb al-dini). Perang Badr Kubra, misalnya, muncul karena masalah ekonomi, yakni rombongan dagang Abu Sufyan yang baru datang dari Syam (Suriah) dihadang orang-orang Muslim sehingga menyebabkan perang berkecamuk.
Penaklukan Makkah lebih cocok di sebut panggilan ibu pertiwi daripada perintah agama. Pernyataan ini bisa disimak dari ucapan Nabi SAW saat meninggalkan Makkah. “Engkau (Makkah) adalah tempat yang pa ling dicintai Allah dan aku. Seandainya kaum musyrikin dan pendudukmu tidak mengusirku, aku tidak akan pernah meninggalkanmu.” Sebuah ungkapan cinta tanah air. Perang antara Abu Bakar dan na bi-nabi gadungan juga bukan karena masalah agama sebab mereka tidak mengingkari kenabian Nabi SAW.
Kata jihad yang berasal dari bahasa Arab juga tidak mempunyai makna negatif. Jihad mempunyai arti kesungguhan, kemampuan maksimal, kepayahan (musyaqqa) dan usaha yang melelahkan. Dari pengertian ini muncul kata ijtihad. Tapi, yang terakhir ini mengarah pada upaya dan aktivitas intelektual yang serius dan melelahkan.
Dalam terminologi sufi juga dikenal istilah mujahadah, sebuah usaha spiritual yang intensif, bahkan mungkin sampai pada tingkat ekstase. Ringkasnya, jihad mempunyai makna perjuangan dengan mengerahkan semua potensi dan kemampuan manusia untuk sebuah tujuan.
Dengan demikian, peristiwa-peristiwa teror yang sering mendeskripsikan dan memosisikan Islam sebagai agama yang tidak beradab dan melakukan perbuatan yang tak humanis sama sekali keliru.
Jihad itu merata, meliputi spirit perjuangan dalam seluruh aspek kehidupan, mencakup perjuangan moral dan spiritual, termasuk perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan. Jihad dalam persepsi Barat sebagai perang suci (holy war) sama sekali tidak dikenal dalam Islam.
Dalam Islam jihad itu membangun kebersamaan tanpa diskriminasi, menegakkan keadilan, dan menghapuskan segala bentuk kezaliman serta mewujudkan kesalehan budaya dan membatasi keserakahan nafsu. Inilah makna jihad akbar sekaligus bentuk kerahmatan semesta yang menjadi cita-cita Islam (QS 21:107) yang tidak diakui Barat.
*Naskah dari artikel Syamsul Kurniawan MR yang tayang di Harian Republika 2008