REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Para rabi Eropa membuat seruan yang tidak biasa setelah terjadi serangan diduga teroris yang menewaskan empat orang di Wina oleh seorang penembak yang dilaporkan meneriakkan "Allah".
Para rabi itu menyerukan agar ada kontrol dan transparansi terhadap kegiatan yang digelar di masjid dan tempat ibadah lain.
Presiden Konferensi Rabi Eropa, Rabbi Pinchas Goldschmidt, menuturkan penting untuk mengetahui apa yang dikhutbahkan di masjid dan tempat ibadah yang lain.
Termasuk mengetahui dari siapa mereka dibiayai, pengaruh asing apa yang mempromosikan perbuatan buruk tersebut dan bagaimana media sosial berperan sebagai sarana untuk ini.
"Di sini kami membutuhkan lebih banyak kontrol dan transparansi. Pemimpin agama harus dilatih dan disertifikasi di sini di Eropa. Mereka harus menunjukkan kesetiaan mereka pada hukum yang berlaku di sini. Mereka harus berkomitmen pada perdamaian dan toleransi," kata Goldschmidt dalam sebuah pernyataan, dilansir di laman Jewish Telegraphic Agency, Rabu (4/11).
Permintaan itu disampaikan ketika polisi di Austria sedang mencari kemungkinan kaki tangan pria berusia 20 tahun yang menurut pihak berwenang adalah bagian dari kemungkinan serangan teroris yang disinkronkan pada Senin malam kemarin di enam lokasi di pusat kota Wina.
Polisi menembak pria tersebut, seorang warga negara Austria dan Makedonia Utara yang dilaporkan telah berteriak tentang Allah saat menembak serta membunuhnya di tempat penembakan pertama. Empat korban tewas dan 22 luka-luka.
Laporan awal menyatakan bahwa setidaknya satu penembakan ditujukan ke sinagoga, tetapi Departemen Kepolisian Wina dan pemimpin komunitas Yahudi yang terorganisir mengatakan tidak ada indikasi yang jelas tentang hal ini.
Meskipun secara vokal menentang apa yang mereka sebut sebagai terorisme Islam radikal, kelompok-kelompok Yahudi arus utama jarang menyerukan secara terbuka untuk mengintervensi di rumah ibadah atau menentukan bagaimana pemerintah Eropa harus mengawasi pendeta. Seruan Goldschmidt mengikuti peningkatan kekerasan di Prancis, yang meliputi penembakan di sebuah gereja di Lyon, Prancis, pada Sabtu lalu dan pembunuhan di dekat Paris bulan lalu terhadap seorang guru sejarah yang telah menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada siswanya.
Pada 2 Oktober, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan rencana baru untuk memerangi apa yang disebutnya "separatisme Islam" yang mencakup penghapusan sekolah rumah untuk mengakhiri aktivitas sekolah Islam bawah tanah. Dia juga mengumumkan pembatasan baru pada pendanaan asing.
Macron telah berupaya melancarkan rencananya meski mendapat protes keras dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Turki. Tetapi Konferensi Rabi Eropa menyampaikan, konferensi tersebut mendesak Macron dan lainnya untuk menetapkan bahwa ulama harus dilatih dan disertifikasi di Eropa dan dikendalikan.
"Usulan kami merupakan tambahan untuk memerangi ekstremisme secara efektif. Dengan itu kami ingin membahas lebih detail dan mengatasi penyebabnya," kata juru bicara kelompok Yahudi.