REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Beberapa pemimpin Muslim Prancis pada Senin (2/11) mengutuk seruan untuk aksi pemboikotan barang-barang Prancis di sejumlah negara Muslim. Mereka menuduh aksi tersebut ada penyalahgunaan nama atas Islam demi keuntungan politik.
"Ada kalanya kami harus menunjukkan solidaritas dengan negara kami yang telah mengalami serangan yang tidak dapat dibenarkan dalam beberapa pekan terakhir," kata Kepala Tiga Masjid Besar dan Tiga Asosiasi Muslim dalam pernyataan bersama, dilansir Al Arabiya, Selasa (3/11).
Menurut mereka, hukum Prancis memberikan banyak ruang untuk kebebasan berekspresi dan memberikan warga hak untuk percaya atau tidak. Para pemimpin Masjid Agung Paris, Lyon dan pulau Reunion di Mediterania Prancis bersama dengan para pemimpin tiga kelompok Muslim, mengutuk terorisme serta semua bentuk kekerasan atas nama agama Islam.
Mereka juga menyatakan kemarahannya atas seruan pembunuhan yang dilancarkan oleh para pemimpin asing. Hal ini mengacu pada unggahan tweet mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad yang mengklaim Muslim memiliki hak untuk marah dan membunuh jutaan orang Prancis.
Pernyataan itu muncul saat tanggapan berlanjut terhadap pembelaan Presiden Emmanuel Macron atas hak untuk menayangkan karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad. Penayangan karikatur Rasulullah SAW membuat guru sekolah Prancis, Samuel Paty dibunuh.
Puluhan ribu orang mengambil bagian dalam aksi demonstrasi anti-Prancis yang dilanjutkan di Bangladesh, dan Indonesia pada Senin (2/11). Sementara Turki, Suriah, Mali, dan Jalur Gaza juga telah menyaksikan aksi protes. Beberapa ritel dan konsumen Negara Arab di Teluk Persia telah memboikot produk Prancis.
Macron berusaha meredakan ketegangan pada Sabtu lalu. Dia mengatakan kepada Aljazirah, dia mengerti penayangan karikatur terhadap tokoh agama bisa mengejutkan banyak orang sambil mengecam kebohongan negara Prancis ada di belakangnya.