Selasa 03 Nov 2020 05:45 WIB

4 Faktor Mengapa Prancis Rentan Gesekan dengan Islam

Prancis merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar Eropa

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Massa membakar foto Presiden Prancis Emmanuel Macron saat unjuk rasa mengutuk pernyataan Emmanuel Macron yang dinilai menghina umat Islam karena membiarkan publikasi karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad SAW, di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (2/11). Aksi tersebut di antaranya menyerukan kepada umat agar memboikot produk-produk Prancis dan meminta agar Emmanuel Macron meminta maaf kepada umat Islam.
Foto:

Sekularisme 

Sebagian besar kemarahan saat ini berasal dari penerbitan ulang koran satir Prancis Charlie Hebdo tentang karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad. Gambar kartun pendiri Islam sangat menyinggung banyak Muslim yang menurut mereka sebagai penistaan. Tapi kartun tersebut awalnya diterbitkan di Denmark pada 2005. Gambar serupa telah diterbitkan di negara lain yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi. 

Sementara para pejabat Prancis sering mengatakan negara mereka menjadi sasaran karena reputasinya sebagai tempat lahir hak asasi manusia dan benteng demokrasi global. Yang paling membedakan Prancis adalah keterikatannya yang tidak biasa pada sekularisme.  

Konsep sekularisme Prancis yang sering disalahpahami tertulis dalam konstitusi negara. Ia lahir dalam undang-undang tahun 1905 yang memisahkan gereja dan negara yang dimaksudkan untuk memungkinkan hidup berdampingan secara damai bagi semua agama di bawah negara netral. Salib pada satu titik robek dari dinding kelas di Prancis di tengah debat publik yang menyakitkan.  

Seabad kemudian, jajak pendapat menunjukkan Prancis adalah salah satu negara paling tidak religius di dunia dengan minoritas menghadiri kebaktian secara teratur. Sekularisme secara luas didukung mereka yang berada di kiri dan kanan.  

Ketika jumlah Muslim di Prancis bertambah, negara memberlakukan aturan sekuler pada praktik mereka. Larangan jilbab Muslim pada 2004 dan simbol-simbol keagamaan lain yang mencolok di sekolah tetap memecah belah, tentu mengejutkan banyak orang di luar Prancis. Undang-undang tahun 2011 yang melarang cadar membuat umat Islam kembali merasa terstigmatisasi.  

photo
Seorang anak menunjukan poster saat melakukan unjuk rasa di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (2/11). Pada aksi tersebut mereka mengecam dan memprotes pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang dinilai menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Presiden 

Prancis telah dilanda serangan ekstremis selama beberapa dekade terakhir di bawah para pemimpin di seluruh spektrum politik, tetapi Presiden Emmanuel Macron yang sentris adalah target yang sangat populer. Para pengunjuk rasa membakar potretnya atau menginjaknya saat protes di banyak negara pekan ini.  

Itu sebagian karena undang-undang yang direncanakan Macron untuk menindak fundamentalis Islam yang menurutnya membuat beberapa komunitas menentang negara dan mengancam pilar masyarakat Prancis, termasuk sekolah. Setelah serangan ekstremis baru-baru ini, pemerintahnya mengusir Muslim yang dituduh memberitakan intoleransi dan menutup kelompok-kelompok yang dipandang merusak hukum atau norma Prancis.  

Kata-kata yang digunakan presiden juga memancing kemarahan. Dia mengatakan undang-undang yang direncanakan itu ditujukan untuk "separatisme" Islamis, yang menimbulkan ketakutan akan keterasingan lebih lanjut dari Muslim Prancis. 

Pada peringatan pemenggalan kepala guru karena menunjukkan karikatur Nabi SAW di kelasnya, Macron memberikan pidato yang memuji toleransi, pengetahuan, dan kebebasan beragama. Namun dia membuat marah Muslim termasuk presiden Turki, karena mengatakan, "Kami tidak akan meninggalkan karikatur dan bahwa Prancis harus menghilangkan kaum Islamis."  

Sebelumnya, Macron menggambarkan Islam sebagai agama yang mengalami krisis di seluruh dunia, banyak kekerasan di banyak negara Muslim. Saat seruan untuk protes anti-Prancis meningkat, Macron men-tweet: "Kami tidak akan pernah menyerah."

Sumber: https://apnews.com/article/boycotts-paris-middle-east-western-europe-france-441e4e480ac4151987eb0d289bf3dc12

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement