Jumat 30 Oct 2020 11:00 WIB

Insiden di Prancis, Mahathir: Muslim Punya Hak untuk Marah

Mahathir menyebut ada batasan pada kebebasan berekspresi.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Insiden di Prancis, Mahathir: Muslim Punya Hak untuk Marah. Mahathir Mohamad
Foto:

Pada akhir September lalu, seorang pria Pakistan menikam dua orang di luar bekas markas Charlie Hebdo. Sementara itu, dalam pembunuhan di basilika pada Kamis kemarin, Walikota Nice Christian Estrosi mengatakan kepada wartawan bahwa tidak ada keraguan insiden itu adalah kasus terorisme Islam, dan otoritas anti-terorisme telah membuka penyelidikan.

Perdana Menteri Jean Castex mengatakan negara itu telah menaikkan tingkat kewaspadaan terorismenya menjadi darurat, yang tertinggi dalam sistem tiga tingkat Prancis. "Saya hanya dapat, sekali lagi dalam keadaan yang sangat sulit yang dialami negara kita, dalam tantangan yang sedang dialaminya, menyerukan kepada seluruh perwakilan nasional untuk bersatu-padu," katanya kepada anggota parlemen.

Para pemimpin lain termasuk Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengunggah pernyataan di Twitter yang mengutuk serangan itu. Menurut laporan media, beberapa orang ditikam di dalam dan di luar gereja. Tersangka ditembak oleh polisi dan dibawa ke rumah sakit.

Saluran berita TV BFM Prancis melaporkan seorang wanita dan seorang sipir gereja pria meninggal di tempat kejadian. Seorang wanita kedua melarikan diri, tetapi meninggal karena luka-lukanya di bar terdekat. Menurut stasiun radio Europe 1, wanita yang meninggal di gereja itu hampir dipenggal.

Juga pada Kamis, seorang pria yang mengancam orang yang lewat dengan pistol di dekat kota Avignon di Prancis ditembak dan dibunuh oleh polisi. Tidak ada korban jiwa lainnya. Menurut Europe 1, dia meneriakkan "Allahu Akbar."

Pada hari yang sama, kementerian luar negeri Prancis melaporkan seorang penjaga ditikam di konsulat Prancis di Jeddah, Arab Saudi. Seorang tersangka warga Arab Saudi ditangkap. Penjaga itu dirawat di rumah sakit dalam kondisi stabil.

Paris telah bersikap lebih keras untuk menindak apa yang disebut Macron "separatisme Islam". Sejumlah langkah dilakukan di antaranya, menutup masjid, membubarkan organisasi Islam dan melarang sekolah di rumah. Langkah pemerintah Prancis demikian telah memicu reaksi balik di antara banyak negara mayoritas Muslim dan mendorong boikot barang-barang Prancis. 

https://asia.nikkei.com/Politics/Terrorism/Mahathir-on-killings-in-France-Muslims-have-right-to-be-angry

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement