REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menjadikan pendidikan Islam yang menjunjung tinggi moderasi beragama diperlukan langkah strategis melalui lima pilar pendidikan Islam yang disebut sebagai integritas, humanisme, spiritualitas, adaptability, nationality (IHSAN). Hal ini disampaikan Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Ali Ramdhani dalam acara Kuliah Tamu bertajuk 'Kebijakan Kemenag tentang Moderasi Beragama di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri' di UIN Raden Fatah Palembang akhir pekan lalu.
Ramdhani menjelaskan, dalam IHSAN terdapat nilai-nilai moderasi beragama yang kemudian diturunkan pada ruang-ruang yang lebih operasional. Pertama, integritas artinya sebuah perguruan tinggi harus menghasilkan sosok alumni atau civitas akademika yang memiliki integritas yang baik.
"Dia yang selalu tampil jujur, disiplin dan tahan banting, serta mampu menyapa masyarakat dengan baik," kata Ramdhani melalui siaran pers yang diterima Republika, Ahad (25/10) malam.
Ia menambahkan, integritas dalam konteks moderasi beragama adalah sikap seseorang yang secara baik menyampaikan sesuatu dengan jujur. Kejujuran harus disandingkan dengan pilar pendidikan Islam berikutnya yaitu humanis. Sebab kejujuran yang tidak disertai dengan humanisme akan menjadi persoalan.
Kedua, humanisme atau membangun nilai-nilai yang humanity. Ramdhani menerangkan, orientasi hidup tidak sekadar pada hasil tetapi pada proses. Proses itulah yang harus diciptakan dengan sangat humanis.
"Kita ingin menampilkan wajah-wajah yang ramah, tidak marah. Mereka yang mengajak bukan mengejek. Mereka yang membina bukan menghina. Mereka yang mengajar bukan menghajar. Sebab kebaikan sekalipun bila dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik, maka hasilnya akan tidak baik," ujarnya.
Ramdhani mengatakan, yang ketiga, spiritualitas. Nilai spiritual mengajarkan bahwa semua orang berhak mendapat anugerah dan inayah dari-Nya. Keempat, adaptability atau kemampuan manusia untuk menyelaraskan diri dan berdialog dengan lingkungan strategis di sekitarnya tanpa kehilangan identitasnya.
Ia menekankan, adaptasi harus menjadi kekuatan untuk memahami bahwa sebuah lembaga pendidikan harus menghadirkan anak zaman. Mereka yang menjadikan waktu sebagai ibu dan menjadikan zaman sebagai ayah akan menari bersama zaman untuk menarikan zaman.
"Dalam konteks pendidikan, dinamika zaman hari ini adalah kebutuhan kita terhadap penguasaan teknologi, dan ini menjadi bagian penting untuk kemudian menari bersama zaman untuk menarikan zaman," kata Ramdhani.
Ia mengatakan, kelima nationality. Artinya lembaga pendidikan Islam harus mengajarkan kecintaan pada Tanah Air. Itu adalah bagian dari batang tubuh seorang manusia dan lembaganya.
Ramdhani juga kembali mengingatkan tentang salah satu prinsip moderasi beragama, yakni menghargai perbedaan. "Bahwa dari perbedaan itulah yang membuat kita tumbuh dan berkembang. Sehingga produk dari moderasi beragama adalah toleran dan prosesnya adalah komunikasi yang baik," jelasnya.
Dirjen Pendis Kemenag mengajak semua untuk berkomitmen terhadap moderasi beragama. Ini bisa diinjeksikan pada ruang pendidikan dan pengajaran melalui berbagai metodologi dan ruang-ruang penelitian. "Bagaimana kita mengajarkan di kelas dengan selalu tangan terbuka dan menerima pendapat orang lain secara nyaman agar ilmu kita lebih terbuka," kata Ramdhani.