REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) melontarkan kritik terhadap politisi Prancis yang menggunakan retorika anti-Islam. OKI menyayangkan hasutan berkelanjutan yang memicu sentimen terhadap Muslim.
"Wacana dari politisi Prancis tertentu bisa sangat berbahaya bagi hubungan Muslim-Prancis, menyebarkan kebencian dan hanya melayani kepentingan politik partisan," kata Sekretariat Jenderal OIC dalam pernyataan resminya.
Organisasi yang berkantor pusat di Jeddah, Arab Saudi itu, mengutuk pula praktik penistaan dan penghinaan terhadap Nabi Islam, Kristen, dan Yudaisme. OKI juga tidak membenarkan kejahatan yang dilakukan atas nama agama.
Dikatakan Sekjen, OKI mengecam keras pembunuhan guru bahasa Prancis Samuel Paty pada 16 Oktober 2020 silam. Pria 47 tahun itu dibunuh di pinggiran Kota Paris dalam perjalanan pulang setelah mengajar.
OKI menyerukan agar Prancis menghentikan hasutan melawan Islam serta pelecehan terhadap simbol-simbol agama. Tindakan mengaitkan Islam dan Muslim dengan terorisme berpotensi mengarah pada Islamofobia.
Dalam beberapa pekan terakhir, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyerang Islam dan menuduh komunitas Muslim menganut separatisme. Sebelumnya, dia mengatakan Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia.
Hal itu juga dikaitkan dengan langkah provokatif yang pernah dilakukan Charlie Hebdo. Majalah sayap kiri itu terkenal karena menerbitkan konten anti-Islam yang telah menarik kemarahan Muslim global 2006 silam.
Publikasi tersebut menerbitkan karikatur kontroversial tentang Nabi Muhammad SAW. Sebanyak 12 gambar yang termuat sebelumnya juga diterbitkan oleh surat kabar Denmark Jylllands Posten, dikutip dari laman TRT World.
Sumber: