REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Anggota Kongres Amerika Serikat, Ilhan Omar dan Rashida Tlaib mengutuk Facebook setelah sebuah laporan yang dirilis Organisasi Muslim Advocates pada Rabu (21/10).
Laporan tersebut mendokumentasikan bagaimana perusahaan Facebook mengizinkan penyebaran kebencian, dan kekerasan anti-Muslim di Amerika serta dunia.
Dilansir dari laman Religion News pada Jumat (23/10), Laporan "Complicit: The Human Cost of Facebook’s Disregard for Muslim Life", menemukan bahwa Facebook telah memainkan peran dalam kekerasan anti-Muslim di Jerman, Swedia, Selandia Baru dan Amerika Serikat.
Omar melalui Twitter menyatakan, temuan itu menghancurkan, kemudian mendesak orang-orang untuk memikirkan kembali peran perusahaan-perusahaan ini.
Menurut laporan, Facebook telah mengabaikan peringatan lima tahun, bahwa halaman acara di situsnya digunakan untuk mempromosikan kekerasan. Laporan tersebut menyebut CEO Facebook, Mark Zuckerberg, karena gagal menjadikan platform media sosial dalam menyambut Muslim saat komunitas mengalami reaksi balik setelah serangan Paris 2015.
Laporan tersebut terkait dengan posting Facebook 2015, di mana Zuckerberg berbicara kepada Muslim setelah serangan Paris. "Jika Anda seorang Muslim di komunitas ini, sebagai pemimpin Facebook saya ingin Anda tahu bahwa Anda selalu diterima di sini dan kami akan berjuang untuk melindungi hak-hak Anda dan menciptakan lingkungan yang damai dan aman untuk Anda," kata Zuckerberg.
Semenjak itu, laporan itu menyatakan, kelompok-kelompok anti-Muslim dan ujaran kebencian merajalela di Facebook dengan posting, iklan, grup pribadi, dan konten lainnya yang anti-Muslim.
"Dari pengaturan acara yang dirancang untuk mengintimidasi anggota komunitas Muslim di tempat-tempat berkumpul, hingga prevalensi konten yang menjelekkan Islam dan Muslim, dan penggunaan Facebook Live selama pembantaian Christchurch, endukung hak-hak sipil telah menyatakan kekhawatiran bahwa Muslim merasa dikepung di Facebook," sebut laporan itu.
Laporan tersebut menyoroti analisis ABC Religion & Ethics, yang menemukan Amerika Serikat dan Australia memimpin dalam jumlah halaman Facebook aktif dan grup yang didedikasikan untuk merujuk konten yang tidak manusiawi (anti-Muslim) ini.
Halaman acara Facebook telah digunakan untuk mengoordinasikan protes anti-Muslim di Amerika Serikat. Misalnya, laporan tersebut mencatat bagaimana dua halaman Facebook Rusia pada 2016 mengorganisir demonstrasi yang berlawanan di depan Islamic Da'wah Center of Houston.
Laporan itu juga mencatat bagaimana tokoh masyarakat Muslim, termasuk Omar dan Tlaib, diancam dan diserang di platform tersebut. Disebutkan bagaimana anggota kongres menjadi sasaran operasi berita palsu internasional yang menyebarkan propaganda anti-Muslim.
Facebook turut mengizinkan kampanye Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memasang iklan palsu terhadap anggota kongres wanita.
Sementara itu, Tlaib di Twitter menyatakan, Facebook perlu mengambil tindakan, dan tidak lagi mengizinkan platformnya digunakan oleh kelompok pembenci untuk meneror Muslim. Menurut laporan itu, konten kebencian live streaming juga menjadi masalah.
Pada Agustus 2020, laporan itu mencatat, sekelompok aktivis anti-Muslim menggunakan Facebook untuk menyiarkan langsung demonstrasi kebencian di luar masjid di Milwaukee, di mana seorang pendeta berteriak, dan menghina sambil memegang tanda bertuliskan "Hentikan Islam". Pendeta itu memposting konspirasi tentang Muslim di Facebook, meneriakkan Islam yang jahat, dan sesat.
"Meskipun terdapat pelanggaran yang jelas terhadap kebijakan ujaran kebencian dan streaming langsung Facebook, dibutuhkan kelompok luar untuk memberi tahu perusahaan sebelum konten dihapus," sebut laporan itu.