REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah Israel berencana membangun ribuan unit rumah permukiman di Tepi Barat yang diduduki. Rencana tersebut menuai kecaman internasional.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (15/10), Sekretaris Jenderal Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) Nayef Al-Hajraf, menyesalkan tindakan Israel dan menyerukan penghentian segera perluasan permukiman di wilayah Palestina. Menurut Kepala GCC, pembangunan permukiman merupakan hambatan besar bagi upaya pemulihan perdamaian di Timur Tengah.
Al-Hajraf terus memberikan dukungan GCC kepada rakyat Palestina dan hak kemerdekaan mereka dengan menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Sekretaris Jenderal Liga Arab (LA), Ahmed Aboul-Gheit mengutuk rencana pembangunan rumah permukiman Israel. Rencana tersebut menurut mereka dapat menghancurkan solusi perdamaian di antara dua negara.
Selain itu, Aboul-Gheit juga menilai rencana pembangunan rumah pemukiman bertentangan dengan klaim pemerintah Israel saat ini. Israel mengklaim berupaya mempromosikan perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.
Ketua badan pan-Arab tersebut telah meminta komunitas internasional bersama-sama menolak upaya Israel membangun lebih banyak rumah pemukim. Pada Jumat, Negara-negara Eropa memperingatkan pembangunan permukiman dapat melanggengkan konflik Israel-Palestina dan selanjutnya mengancam rencana perdamaian di antara dua negara.
"Kami sangat prihatin dengan keputusan yang diambil otoritas Israel untuk membangun lebih dari 4.900 unit rumah permukiman di Tepi Barat yang diduduki," kata pernyataan bersama oleh juru bicara kementerian luar negeri Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Spanyol.
"Ini juga merupakan langkah kontraproduktif mengingat perkembangan positif dari perjanjian normalisasi yang dicapai antara Israel, Uni Emirat Arab dan Bahrain," tambah pernyataan itu.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Al-Safadi menyerukan tekanan internasional pada Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman baru. Diplomat tertinggi Uni Eropa juga mengutuk keputusan terbaru Israel.
"Permukiman itu ilegal menurut hukum internasional. Sebagaimana dinyatakan secara konsisten, UE tidak akan mengakui perubahan apa pun pada perbatasan sebelum 1967, termasuk yang berkaitan dengan Yerusalem, selain yang disetujui pihak terkait," kata Kepala Hubungan Luar Negeri UE Josep Borrell.
https://m.saudigazette.com.sa/article/599212?utm_source=m.saudigazette.com.sa&utm_medium=long_story