REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mensinyalir bahwa masih ada kelompok Islam yang membela sistem khilafah. Padahal, menurut dia, para pendiri negeri ini, termasuk tokoh Muhammadiyah telah bersepakat bahwa Indonesia adalah negara Pancasila.
“Kita masih mensinyalir juga, saya baca di beberapa WA, orang-orang di kalangan Islam itu masih mau membela sistem-sistem lain hanya karena kata itu ada dalam Alquran, sebut saja misalkan sistem khilafah dan sebagainya,” ujarnya saat sambutan dalam acara Pengajian Umum PP Muhammadiyah bertema "Sumpah Pemuda dan Wawasan Kebangsaan Muhammadiyah", Jumat (16/10) malam.
Prof Haedar menjelaskan, dalam konteks Indonesia sistem khilafah itu sudah tertolak. Bukan karena konsep itu salah secara teori atau salah dalam konsep siyasah, kata dia, tapi karena salah dalam dua hal.
“Salahnya dua hal, salah kalau konsep itu dijustifikasi sebagai satu-satunya sistem dalam politik Islam, nah itu salah. Yang kedua lebih salah lagi ketika sistem itu mau diterapkan di Indonesia yang sudah punya sistem lain,” ucapnya.
Menurut dia, hal ini lah yang perlu dipahami oleh umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah. Karena itu lah, menurut dia, para tokoh Muhamamdiyah dahulu akhirnya sepakat untuk melahirkan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah yang telah diputuskan dalam Muktamar Muhammadiyah ke 47 pada 3-7 Agustus 2015 di Makassar.
“Jadi harap, para pimpinan Muhammadiyah termasuk saya lihat juga ada yang guru besar, jangan keliru dalam memahami itu. Konteksnya adalah itu,” tegasnya.
Tidak hanya sistem khilafah, menurut dia, Muhamamdiyah juga telah sepakat untuk menolak ideologi lain yang datang dari luar, seperti ideologi komunis dan lain-lain. “Negara sistem komunis jelas kita tolak, termasuk sistem sekuler atau sistem apapun yang bertentangan dengan negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah,” kata Prof Haedar.
Menjelang peringatan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober mendatang, dia pun mengimbau kepada generasi muda untuk terus belajar sejarah, sehingga tidak ada pemikiran-pemikiran yang mempertentangkan antara keislaman dan keindonesiaan.
Apalagi, lenjutnya, jika sampai ingin membentuk negara yang berbeda dari ideologi Pancasila, yang di dalamnya ada nilai ketuhanan dan nilai-nilai luhur agama. ”Tentu kaum muda juga terus harus belajar sejarah, jangan sampai anak-anak muda kemudian terputus dari sejarah dan tidak paham sejarah. Apapun bidang ilmunya, belajar sejarah itu penting,” jelas Prof Haedar.