REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mendapatkan dukungan teknis dari The United Nations Children's Fund (UNICEF) Indonesia, GIZ dan SNV Indonesia. Sehingga berhasil menganalisa data Education Management Information System (EMIS) dan menyusun profil sanitasi madrasah 2020.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Ali Ramdhani menyampaikan, publikasi profil sanitasi madrasah ini merupakan milestone atau tonggak sejarah yang sangat penting bagi dunia pendidikan Islam. Karena saat ini untuk pertama kalinya, Kemenag dapat mengetahui fakta-fakta penting tentang kondisi akses air, sanitasi dan kebersihan di semua jenjang madrasah di seluruh Indonesia.
"Secara umum, akses air dasar di madrasah cukup baik. Secara nasional akses air dasar mencapai 70 persen," kata Ramdhani saat Peluncuran dan Sosialisasi Profil Sanitasi Madrasah 2020 Dalam Rangka Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia di Jakarta, Selasa (13/10)
Ia menyampaikan, madrasah di DKI Jakarta memiliki akses air dasar yang tertinggi dengan cakupan 84,95 persen. Sedangkan madrasah di Sulawesi Barat memiliki akses dasar air yang terendah dengan cakupan hanya 43,33 persen.
Ia menjelaskan, tidak seperti akses dasar air di madrasah yang terlihat cukup baik, pada akses sanitasi dasar di madrasah seluruh Indonesia masih jauh dari kondisi ideal. Cakupan nasional untuk akses sanitasi dasar di madrasah pada semua jenjang pendidikan madrasah hanya sekitar 50 persen.
"Itu berarti satu dari dua madrasah tidak memiliki fasilitas jamban yang layak," jelasnya.
Ramdhani mengatakan, Provinsi Lampung merupakan provinsi dengan akses sanitasi dasar atau jamban layak yang terbanyak yakni sebesar 63,64 persen. Perhatian madrasah pada siswa dan siswi yang memiliki kebutuhan khusus masih sangat rendah. Akses sanitasi yang disediakan untuk siswa dan siswi dengan kebutuhan khusus hanya mencapai sekitar 13,78 persen.
Data nasional menunjukkan bahwa hanya 55,66 persen madrasah di Indonesia yang memiliki akses terhadap sarana cuci tangan. Sebaliknya madrasah di Indonesia tidak memiliki sarana cuci tangan sebesar 44,34 persen atau sebanyak 36.907 madrasah di seluruh Indonesia.
"Fakta-fakta tersebut dapat dijadikan acuan bagi pengambil kebijakan di pusat atau kantor Kemenag provinsi dan kabupaten/ kota, untuk menjadikan dasar dalam merespon dan mengatasi permasalahan tersebut di seluruh madrasah di Indonesia," jelas Ramdhani.
Kasi Kelembagaan dan Kerjasama MI dan Mts Kemenag, Zulkifli mengatakan, kalau banyak daerah yang masih minim sanitasinya berdasarkan data yang ada. Maka Kemenag bisa melakukan langkah strategis.
"Kalau ada madrasah yang sanitasinya belum memadai itu akan didampingi, kalau ada anggaran yang cukup akan dibantu, atau mendorong pemerintah daerah dan lembaga yang punya konsentrasi terhadap ini untuk bekerja sama," kata Zulkifli saat dihubungi Republika, Selasa (13/10).
Ia menyampaikan, memang harapannya ada anggaran untuk membantu madrasah mendapatkan sanitasi yang layak. Tapi meski tidak ada anggaran, pihaknya akan terus melangkah dan mengupayakan usaha mandiri madrasah untuk memiliki sanitasi yang layak.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memasukkan tiga indikator terkait sanitasi di madrasah dalam Sustainable Development Goals (SDGs). lndikator tersebut antara lain ketersediaan sarana air, sanitasi, dan kebersihan yang Iayak serta memadai.