REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim Indonesia, KH Nadirsyah Hosen menyampaikan, saat bicara media digital saat ini, jangan hanya terfokus kepada media sosial. Sebab media digital itu banyak sekali platform-nya.
"Saya membayangkan para santri membuat app, game dan platform sendiri, karena itu saya merasa harus ada 3M yang dilakukan oleh pesantren," kata KH Nadirsyah saat menjadi narasumber Muktamar Pemikiran Santri Nusantara Seri ke-2 bertema Pandemi dan Tantangan Media yang digelar secara virtual, Jumat (9/10).
Ia menerangkan 3M tersebut, pertama, memanfaatkan teknologi dan media digital. Kedua, meninggalkan mudharat dari media digital. Ketiga, melampaui media digital.
Ia mengatakan, pesantren nantinya harus mampu melampaui media digital. Karena dari sejumlah diskusi tentang pesantren dan media digital serta sosial. Diketahui umumnya masyarakat Indonesia termasuk pesantren baru pada taraf memanfaatkan media digital.
Sekarang kalangan pesantren menjadi sadar dan peduli terhadap perkembangan media sosial. Padahal di Amerika atau di Barat, ternyata muncul kepedulian mengenai dampak negatif dari platform media sosial.
"Ternyata dampaknya (media sosial) luar biasa, data kita dikumpulkan, lewat algoritma bisa memprediksi kecenderungan-kecenderungan kita melebihi para psikolog, bahkan bisa mencatat pahala dan dosa kita lewat jejak digital," ujarnya.
Dosen Monash University di Australia ini mengatakan, kalau seseorang punya dosa dan melakukan istighfar, Insya Allah akan diampuni Allah dan dihapus catatan jeleknya. Tapi kalau jejak digital susah sekali dihapus. Contohnya, berbeda sedikit saja dengan pemerintah, sekarang harus hati-hati karena bisa dibongkar kejelekannya.
"Karena itu menurut saya kita memang terlambat, kita baru berbicara memanfaatkan (media digital), sementara orang di Barat sudah berbicara bagaimana meninggalkan mudharatnya, keduanya memang harus imbang," ujarnya.
KH Nadirsyah menjelaskan, menurut salah satu kitab, syariat Islam intinya dua yaitu dar'ul mafasid dan jalbil masholih. Maka menurutnya bagaimana mengambil maslahat dan meninggalkan mudharat dari media digital ini menjadi hal yang penting.
"Tapi ada yang ketiga yang saya usulkan, yaitu melampaui media digital, ini masih menjadi pembicaraan di Barat," jelasnya.
Ia menerangkan yang dimaksud dengan melampaui media digital. Contohnya sekarang sedang ramai jualan online, sedekah online, dan muncul online fatwa. Bahkan bisa melakukan tanya jawab dan bisa diakses fatwanya secara online, tapi muftinya jadi tidak jelas karena siapapun bisa mengeluarkan fatwa di media sosial. Ini karena platformnya free market.
"Artificial intelligence yang saya kira akan melampaui teknologi sekarang, ini yang harus kita antisipasi khususnya dalam pendidikan dan pengajaran di pesantren," jelasnya.
Muktamar Pemikiran Santri Nusantara ini rangkaian dari acara Peringatan Hari Santri 2020 bertema 'Santri Sehat Indonesia Kuat'. Sejumlah narasumber yang hadir dalam Muktamar sesi ke-2 ini diantaranya Dirjen Pendis Kemenag Muhammad Ali Ramdhani, KH Imam Jazuli pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, Savic Ali Direktur NU Online, Direktur Pusat Studi Pesantren dan Fiqh Sosial Umdatul Baroroh, Ulama dan budayawan KH Yusuf Cudlory.