Kamis 08 Oct 2020 18:21 WIB

Islam di Prancis Kerap Disudutkan, Malah Populasi Tambah

Catatan kekerasan terhadap Muslim Prancis terus muncul tiap tahun.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Catatan kekerasan terhadap Muslim Prancis terus muncul tiap tahun.  Seorang wanita muslim melintasi polisi Prancis yang berjaga di luar masjid kota Paris.

photo
Warga muslim melaksanakan sholat Jumat di sebuah masjid di kota Paris, Prancis. (AP/Francois Mori) - ()

 

Pada 1827, Hussein Dey, seorang penguasa Ottoman Algiers, menuntut pembayaran utang dari konsul Prancis, Pierre Deval, yang justru dengan kasar menolaknya. Marah dengan penghinaan konsul, Dey memukulnya dan menyebutnya bajingan jahat, tidak beriman, pemuja berhala. 

Pada 1871, Muslim Aljazair kembali memberontak melawan pemerintahan Prancis. 150 ribu orang bergabung dengan pasukan pemimpin Kabyle setempat, Al-Muqrani. Genosida Prancis merespons dengan membunuh ratusan ribu orang, yang ditambah dengan tingginya angka kematian akibat kelaparan yang didalangi Prancis pada akhir 1860-an, mengakibatkan kematian satu juta orang Aljazair, sekitar sepertiga dari populasi.  

Pada 1901, fokus Prancis tentang krisis mereka dengan Islam meningkat. Ini terjadi karena Prancis, yang semakin khawatir dengan besarnya kekuatan Muslim. Editor jurnal penting kolonial Prancis Questions Diplomatiques et Koloniales, Edmond Fazy, mulai menyelidiki pertanyaan tentang "Masa Depan Islam" pada 2000, untuk menggali kemungkinan masa depan Islam.  

Namun di sisi lain, jumlah populasi Muslim terus bertambah, yang mencapai seperlima dari populasi dunia. Berdasarkan data statistik dari Agence Pour le Développement des Relations Interculturelles (ADRI), pada tahun 2000, Islam adalah agama yang berkembang paling cepat di Prancis.

Dengan jumlah Muslim lima juta orang, Prancis menjadi negara yang memiliki warga Muslim terbanyak di Eropa, disusul Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.  Di Prancis, Islam adalah agama dengan pemeluk terbanyak kedua setelah Katolik.      

Banyak kontributor yang berusaha memanipulasi teologi Islam dalam jurnal-jurnal mereka, sekaligus mengubah pandangan ulama Muslim untuk tidak hanya membentuk Islam modern yang dapat ditoleransi modernitas Eropa, namun juga melemahkan Kesultanan Utsmaniyah. 

Proyek 'mengubah' Islam menjadi sesuatu yang dapat ditoleransi oleh Kekristenan Eropa dan laicite Prancis terus berlangsung pada 2020, tetapi dengan hasil yang tidak memuaskan, terutama karena pendanaan Prancis untuk kelompok-kelompok jihadis di Suriah sejauh ini belum menghasilkan yang dicari oleh Prancis. 

Krisis yang terus dihadapi Prancis dengan Muslim adalah krisis chauvinisme Prancis, dan penolakan supremasi kulit putih Kristen dan Prancis lais untuk mengakui bahwa negara mereka adalah kekuatan neokolonial kelas tiga dengan budaya retrograde yang dominan yang bersikeras mempertahankannya.   

"Yang perlu dilakukan orang Prancis adalah membayar kembali  utang yang harus mereka bayar kepada semua orang yang mereka rampok dan bunuh di seluruh dunia sejak saat itu. Hanya itu yang akan mengakhiri krisis Prancis dengan Islam dan dengan dirinya sendiri," tulis Massad.

 

Sumber: https://www.middleeasteye.net/opinion/france-islam-crisis-macron-secular  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement