Kamis 01 Oct 2020 16:48 WIB

Perusak Masjid Babri India Dibebaskan, Umat Islam Kecewa 

Laporan media menyebutkan kekecewaan Muslim India terkait Masjid Babri.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan / Red: Nashih Nashrullah
Laporan media menyebutkan kekecewaan Muslim India terkait Masjid Babri. Ilustrasi Masjid Babri
Foto: AP/Rajesh Kumar Singh
Laporan media menyebutkan kekecewaan Muslim India terkait Masjid Babri. Ilustrasi Masjid Babri

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA — Putusan pengadilan India yang membebaskan 32 terdakwa penghancuran Masjid Babri yang masih hidup, dikritik. Meski demikian, pengadilan berdalih jika keputusan itu dilatarbelakangi penghancuran masjid pada 1992 lalu adalah aksi ‘anti-sosial’ yang tidak direncanakan.

Padahal, jika menilik lebih jauh, ada 850 saksi mata dan lebih dari tujuh ribu dokumen berbagai format yang bisa membuktikannya. Terlebih, di tahun lalu, Mahkamah Agung India juga mengakui bahwa aksi itu adalah tindakan yang diperhitungkan dan merupakan pelanggaran berat terhadap aturan hukum.

Baca Juga

"Umat Muslim kehilangan kepercayaan pada sistem. Mereka merasa terpojok dan merasa bahwa partai politik, institusi, dan media mengecewakan mereka. Ada banyak kesedihan di masyarakat," kata Asim Ali, peneliti di Center for Policy Riset, mengutip BBC Kamis (1/10).

Berdasarkan laporan, India sebenarnya memang memiliki sejarah panjang dalam memarjinalkan Muslim. Namun ironisnya, banyak orang India yang percaya pada nasionalis Hindu, jika Muslim adalah biang masalah.

 

Muslim di India membentuk 14 persen lebih dari populasi India. Tetapi, hanya sekitar 8 persen Muslim di perkotaan India yang memiliki pekerjaan dengan gaji tetap dan kurang dari dua kali lipat rata-rata negara. 

Tak hanya itu, berdasarkan laporan, banyak anak-anak Muslim yang hanya sekolah di tingkat dasar. Selain dari banyaknya yang putus sekolah di tingkat menengah karena ekonomi rendah.  

Lebih jauh, representasi Muslim di parlemen India juga telah menurun secara konsisten di bawah 5 persen di majelis rendah terpilih sekarang. Jumlah itu turun dari 9 persen pada 1980. Utamanya, ketika BJP merebut kekuasaan pada 2014.

Dari pihak yang tak menyukai Muslim, mayoritas beralasan karena Muslim memakan daging sapi, yang dianggap suci bagi mayoritas Hindu. Bahkan, hal itu juga ditegaskan pemerintahan Modi yang mengubah UU untuk melacak pengungsi non-Muslim dari negara tetangga dengan cepat. Hal itu, tentu memecah negara bagian Jammu dan Kashmir yang mayoritas Muslim dan mencabut otonomi konstitusionalnya. 

Bahkan, di tahun ini, umat Islam juga dituduh pemerintahan Modi karena menyebarkan virus Covid-19. Setelah, jamaah Tabligh sempat menghadiri aktivitas keagamaan di Delhi. Padahal, pertemuan agama Hindu yang lebih besar selama pandemi tidak menerima penghinaan politik, publik atau media yang mengkambing hitamkan seperti pada Muslim.  

Bukan itu saja. Mahasiswa dan aktivis Muslim telah dijemput dan dijebloskan ke penjara karena diduga memicu kerusuhan atas undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial di Delhi beberapa waktu lalu. Hal itu semakin menjadi polemik, ketika penggiat Hindu bebas dari hukuman. Atas dasar itu, putusan Babri menurut umat Muslim India, hanyalah penghinaan dari rentetan kasus itu. 

Meski demikian, PM Modi dan rekan-rekannya secara konsisten mengatakan partainya tidak mendiskriminasi agama apapun. Karena nyatanya dirinya sendiri yang mengatakan bahwa dia menikmati dukungan dari banyak negara Islam dan tunjangan kesejahteraannya yang luas menjangkau setiap orang India yang miskin, terlepas dari agama atau kasta.  

Beberapa pihak memang ada yang mempercayai tuduhan ini. Sebagai contoh, mereka menunjuk pada Komunis yang memerintah negara bagian Benggala Barat di India timur selama lebih dari tiga dekade dan diakui sekuler. Hal itu, memastikan perlindungan dan keamanan umat Islam, yang membentuk hampir seperempat populasi negara bagian tersebut. 

Namun, penelitian mengungkapkan bahwa Muslim di Gujarat, negara yang ditandai oleh ketegangan agama dan politik sektarian, bernasib lebih baik secara ekonomi dan indeks pembangunan manusia daripada rekan-rekan mereka di Bengal.  

"Pasarnya tidak religius di India. Jadi di negara bagian seperti Gujarat menjadi pilihan, di mana bisnis berkembang baik bagi umat Hindu maupun Muslim," kata Mirza Asmer Beg, seorang profesor hubungan internasional, di Universitas Muslim Aligarh. 

https://www.bbc.com/news/world-asia-india-54356713

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement