REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Provinsi Henan, China, pada April 2020 lalu melarang semua simbol dan tulisan yang berkaitan dengan Islam di papan tanda publik dan tempat tinggal pribadi, serta bisnis, seperti toko dan kafe.
Tepatnya 23 April 2020, Komisi Urusan Agama dan Etnis di Provinsi Henan mengeluarkan Pemberitahuan tentang Pembaruan atau Penerbitan Sertifikat Makanan Halal.
Dalam pemberitahuan itu ditetapkan bahwa tempat produksi dan retail tidak dapat dihias dengan gambar-gambar religius, permadani, lukisan semprot, dan prasasti. Selain itu, papan nama dalam bahasa Arab atau memiliki konotasi agama atau elemen yang diduga menyebarkan agama juga dilarang.
Versi singkat dari surat pemberitahuan itu telah didistribusikan ke beberapa bisnis Hui di wilayah Henan. Pembatasan yang sama berlaku untuk pengemasan barang, nama perusahaan, dan tampilan luar bangunan.
Dengan demikian, tidak ada simbol dan tanda, seperti bulan sabit dan bintang, gambar masjid dan pakaian keagamaan, pola dan ornamen tradisional Muslim, atau tulisan dalam bahasa Arab, yang dapat ditampilkan pada mereka.
Setelah pemberitahuan itu dikeluarkan, pemerintah daerah di seluruh Henan meluncurkan kampanye untuk menghapus semua teks dalam bahasa Arab dan simbol atau pola terkait Islam.
"Nama perusahaan dan toko tidak boleh memiliki konotasi religius," demikian bunyi sebuah spanduk di Jiaodian, sebuah kota di Distrik Xinhua di Kota Pingdingshan, dilansir di Bitter Winter, Selasa (29/9).
Dari pertengahan April hingga akhir Juni 2020, simbol dalam bahasa Arab telah dihapus dari setidaknya 300 toko di wilayah Zhongmu yang dikelola oleh ibu kota provinsi, Zhengzhou. Simbol dan pola yang berhubungan dengan Islam diperintahkan untuk dihilangkan dari peralatan makan, peralatan dapur, menu, dan celemek.
Seorang pemilik restoran Hui setempat mengatakan, pejabat pemerintah pertama-tama memerintahkan untuk menghapus tulisan dalam bahasa Arab dari papan nama restorannya. Ketika mereka melihat bulan sabit di celemeknya, mereka juga diminta untuk menggantinya dengan celemek yang lain tanpa simbol tersebut.
"Petugas menghapus semua tulisan dalam bahasa Arab di dalam dan di luar restoran saya. Mereka juga melarang karakter Arab di mangkuk dan sumpit, mengklaim bahwa masalah terkait agama seperti itu memecah belah negara," kata pemilik restoran Hui di distrik Gaoxin di Zhengzhou.
Dia meyakini bahwa dengan tindakan keras seperti itu, pemerintah hendak memberantas Islam selangkah demi selangkah, dan menyebut itu 'membunuh orang-orang dengan pisau tumpul'. Seorang pemilik restoran Hui di kota Sanmenxia juga menanggapi emosi langkah pemerintah tersebut.
Dia mengatakan, yang dilarang hanyalah simbol atau dekorasi, dan itu tidak mempromosikan agama serta tidak menimbulkan ancaman apapun kepada negara. Namun, kata dia, pemerintah mengendalikan mereka dengan cara seperti itu.
"Partai Komunis tidak yakin dengan kekuatannya. Ini bukan hanya perintah untuk mengganti papan nama, itu penindasan terhadap Islam, kontrol yang semakin intensif atas orang Hui dan budaya mereka," kata dia.
Tidak hanya itu, teks dalam bahasa Arab pada menu-menu juga dihapuskan. Seorang pemilik restoran Hui di kota Zhengzhou, mengatakan bahwa tulisan di menu-menu menyatakan bahwa makanan di sana halal, layak dimakan umat Islam. Tanpa tulisan demikian, menurutnya, orang menjadi tidak yakin.
"Pemerintah melakukan 'sinicize', dengan secara paksa membaurkan (mengasimilasi) populasi Muslim di negara ini dengan budaya China. Jika ini terus berlanjut, agama kita akan hilang, dan orang Hui tidak akan berbeda dengan Hans. Ini adalah penindasan," katanya.
Menurut statistik awal, hampir 1.400 toko di kota Pingdingshan saja telah dibersihkan dari simbol-simbol Islam sejak perintah dikeluarkan pada April. Di kota Xingyang, simbol Islam telah dibersihkan dari lebih dari 400 toko. Pejabat mengancam akan menutup bisnis jika pemilik memprotes. Bahkan, hotel dan gerobak pedagang kaki lima pun tak luput dari penindakan petugas. Di kota Luohe, simbol semacam itu telah dihapus dari 420 perusahaan.
Di daerah Fangcheng di kota Nanyang, karakter China untuk Muslim telah dihapus dari papan nama desa Lui. Tulisan tersebut awalnya berbunyi, "Muslim Desa Liu Menyambut Anda." Demikian pula tanda desa Bai di daerah tersebut telah diubah menjadi "Warga Desa Bai Menyambut Anda."
Teks dalam bahasa Arab pada ubin keramik di rumah-rumah warga Hui juga ditutupi atau diganti dengan karakter Tionghoa menjadi "Harmoni dalam keluarga membuat segalanya sukses" dan sejenisnya.
Pada Agustus lalu, prasasti dalam bahasa Arab ditutup-tutupi di ambang pintu dari 134 rumah Hui di daerah Fangcheng. Di daerah Jia di Pingdingshan, tulisan di 104 tempat tinggal diganti dengan lukisan pemandangan.
"Pemerintah telah menyiapkan lukisan pemandangan ini sebelumnya dan mengganti prasasti dalam bahasa Arab pada 8 Agustus, hari yang sama rumah tangga menerima pemberitahuan resmi tentang itu. Tidak ada yang berani protes," kata seorang penduduk di daerah Jia.
Dia meyakini bahwa pihak berwenang khawatir penduduk Hui akan memperkuat identitas Islam mereka, dan itu dinilai akan menjadi ancaman bagi rezim China. Sementara itu, pejabat kunjungan menolak untuk menunjukkan kepada warga terkait dokumen-dokumen terkait yang akan menjelaskan bagaimana kebijakan tersebut diterapkan. Mereka mengklaim bahwa publik tidak dapat melihat naskah tersebut.
"Pemerintah tidak dibatasi dalam mengontrol kami, menghancurkan masjid, dan membersihkan tulisan dalam bahasa Arab. Ini merupakan penghinaan bagi orang Hui, tetapi kami menderita dalam diam karena kami tidak dapat mengeluh kepada siapa pun," kata seorang pria Hui setempat dengan nada marah.
Seorang penjaga toko Hui lainnya di Zhengzhou juga mempertanyakan tentang kebijakan Presiden China Xi Jinping. Ia mengatakan, bahwa Xi Jinping menindas etnis minoritas, termasuk orang Tibet, Mongolia, dan Uyghur. "Hanya satu kelompok etnis yang akan tersisa dalam 10 atau 20 tahun setelah semua 56 kelompok etnis terasimilasi," ujarnya.
Seorang pemilik warung ayam panggang halal setempat meyakini, bahwa dengan menghilangkan tulisan dalam bahasa Arab, pemerintah menargetkan orang Hui. Menurutnya, Partai Komunis tidak mengizinkan kelompok etnis berkembang, dan takut kehilangan kendali.
Seorang pemilik restoran Hui di kota Yuzhou di Henan mengibarkan bendera nasional untuk melindungi bisnisnya. Wanita itu berharap terhindar dari penganiayaan jika pejabat melihat bahwa dia patriotik. "Sulit menjalankan bisnis sekarang," keluhnya dengan senyum muram.
Sumber: https://bitterwinter.org/islamic-symbols-and-inscriptions-purged-in-henan/