REPUBLIKA.CO.ID, HEBRON – Pasukan Israel pada Senin (28/9) menutup akses warga Palestina yang hendak memasuki Masjid Ibrahimi di kota Al-Khalil (Hebron) di Tepi Barat selatan dengan dalih untuk hari libur Yahudi.
Menurut koresponden WAFA, dilansir di ABNA, Selasa (29/9), sejumlah besar tentara Zionis dikerahkan di sekitar masjid Ibrahimi dan di sekitar kota tua tersebut.
Pasukan Israel menempatkan pembatasan yang mencekik pada gerakan dan kehidupan Palestina, seiring dengan bersiapnya pemukim fanatik ilegal yang hendak merayakan Yom Kippur.
Direktur Masjid Ibrahimi, Hifthi Abu Sneineh, mengatakan kepada WAFA bahwa penutupan itu mulai berlaku pada Ahad (27/9) sore dan diberlakukan hingga pukul 22.00 pada Senin.
Dia juga menyebut bahwa para pemukim mendirikan tenda di area masjid tersebut. Sementara itu, Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Ahmad Tamimi, mengecam penutupan tersebut sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap warga Palestina dan hak asasi manusia Muslim, termasuk hak atas kebebasan beribadah.
Sebelumnya sepekan yang lalu, otoritas Israel menutup masjid Ibrahimi selama dua hari berturut-turut untuk memberi jalan bagi pemukim ekstremis Yahudi untuk merayakan hari raya Rosh Hashanah, atau Tahun Baru Yahudi.
Sementara 26 tahun yang lalu, pemukim fanatik Israel Baruch Goldstein masuk ke Masjid Ibrahimi dan menembaki jemaah Muslim Palestina. Insiden itu menewaskan 29 orang.
Empat warga Palestina menjadi syuhada pada hari yang sama dalam bentrokan yang meletus di sekitar Masjid sebagai tanggapan atas pembantaian tersebut.
Setelah itu, masjid, yang dikenal orang Yahudi sebagai Makam Para Leluhur, dibagi menjadi dua. Sebagian besar diubah menjadi sinagog. Sementara pengawasan ketat diberlakukan pada orang-orang Palestina dan sejumlah area tertutup sepenuhnya bagi mereka, termasuk pasar penting dan jalan utama, jalan Shuhada.
Diperkirakan 800 pemukim Israel yang terkenal agresif, hidup di bawah perlindungan ribuan tentara di Pusat Kota Al-Khalil. Kota ini adalah rumah bagi lebih dari 30 ribu orang Palestina.
Israel menggunakan nama nasionalis Yahudi "Yudea dan Samaria" untuk merujuk pada Tepi Barat yang diduduki. Hal demikian guna memperkuat klaim palsu atas wilayah tersebut dan memberi mereka lembaran legitimasi historis dan religius.