Ahad 27 Sep 2020 15:35 WIB

Sederet Kejadian Pengabaian Masjid di Xinjiang?

Sejumlah kejadian kuatkan dugaan China abaikan masjid di Xinjiang.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
FILE - In this Nov. 4, 2017, file photo, Uighur security personnel patrol near the Id Kah Mosque in Kashgar in western China
Foto:

photo
Warg aetnis Uighur dengan latar patung mendiang pemimpin China Mao Zedong di Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China. - (Thomas Peter/Reuters)

 

The New York Times memverifikasi banyak detail dalam laporan ASPI dengan mempelajari citra satelit dan mengunjungi situs di Xinjiang selatan tahun lalu.  

"Apa yang kami lihat di sina adalah penghancuran yang disengaja terhadap situs-situs, yang dalam segala hal merupakan warisan orang Uighur dan warisan tanah ini,” kata seorang ahli musik dan budaya Uighur di Universitas London, Rachel Harris, yang meninjau laporan tersebut. 

Banyak tempat suci dan pemakaman baru-baru ini ditutup atau dihancurkan oleh pihak berwenang. Padahal, keberadaannya merupakan perwujudan tradisi Islam yang beragam dari Uighur. 

Kuil besar sering kali menjadi kuburan para imam, pedagang, maupun tentara yang menyebarkan Islam di wilayah tersebut lebih dari seribu tahun yang lalu.  Beberapa di antaranya merupakan kompleks megah yang dibangun kembali selama berabad-abad. Meski demikian, tak jarang sebatang pohon atau tumpukan batu bisa berfungsi sebagai tempat pemujaan, menandai kehadiran suci bagi penduduk desa.  

Di Ordam, sebuah kuil terkenal di gurun selatan Xinjiang, para pengikutnya berkumpul selama lebih dari 400 tahun. Hal ini guna merayakan kenangan seorang pemimpin yang membawa Islam ke wilayah tersebut dan melawan kerajaan Buddha.  

Pada 1990-an, pemerintah China semakin gelisah dengan perluasan masjid dan kebangkitan kembali tempat suci di Xinjiang. Para pejabat melihat berkumpulnya peziarah sebagai penyulut pengabdian agama dan ekstremisme yang tidak terkendali, hingga serentetan serangan anti-pemerintah oleh orang Uighur yang tidak puas membuat pihak berwenang gelisah.  

Pihak berwenang melarang festival dan ziarah di Ordam pada 1997. Tempat suci lainnya ditutup pada tahun-tahun berikutnya. Meski demikian, beberapa pengunjung dan turis terus berdatangan untuk berkunjung. 

"Seorang warga Uighur yang berhasil mengunjungi Ordam mengatakan kepada beberapa penduduk desa terdekat, bahwa dia pernah ke lokasi tersebut dan mereka mulai menangis. Tidak sedikit yang meminta sedikit debu dari jaketnya. Ini memberi kesan betapa pentingnya tempat ini bagi orang-orang, bahkan ketika mereka tidak dapat berkunjung," ujar seorang peneliti di Universitas Nottingham yang mempelajari Ordam dan tempat suci lainnya, Rian Thum.  

Penutupan yang diumumkan sebelumnya dan larangan kunjungan ke kuil merupakan awal dari kampanye yang lebih agresif oleh pemerintah. 

Pada awal 2018, kuil Ordam, yang terisolasi di gurun dan hampir 50 mil dari kota terdekat, telah diratakan. Tindakan tersebut berarti menghapus salah satu situs terpenting warisan Uighur.  

Berdasarkan gambar satelit dari waktu ke waktu, menunjukkan masjid tempat suci, ruang sholat, dan perumahan sederhana tempat para penjaganya pernah tinggal, telah dihancurkan. 

Tidak ada berita tentang apa yang terjadi pada panci masak besar tempat para peziarah meninggalkan daging, biji-bijian dan sayuran yang dimasak oleh penjaga kuil. 

Dalam beberapa kasus, pemerintah menghancurkan masjid atas nama pembangunan. Ketika wartawan //Times// mengunjungi kota Hotan di selatan Xinjiang tahun lalu, mereka menemukan sebuah taman baru di mana gambar satelit menunjukkan lokasi masjid hingga akhir 2017. 

Empat situs lain di kota, tempat masjid pernah berdiri, sekarang menjadi taman baru atau sebidang tanah kosong, dan satu masjid yang setengah roboh. Masjid pusat utama di Hotan tetap ada, meski hanya sedikit orang yang hadir, bahkan untuk sholat Jumat. 

Di Kashgar, kota besar di selatan Xinjiang, hampir semua masjid di pusat kota tampak tertutup, dengan perabotan ditumpuk di dalam, berdebu. Salah satu masjid bahkan telah diubah menjadi bar.  

"Ini seperti saya kehilangan anggota keluarga di sekitar saya karena budaya kami diambil. Ini seperti bagian dari daging kita, tubuh kita, sedang dibuang," kata seorang mahasiswa pascasarjana Uighur dari Kashgar yang sekarang tinggal di Australia dan, mencari informasi tentang istrinya di Xinjiang, Mamutjan Abdurehim.  

Tidak semua situs religius dihancurkan. Beberapa sekarang menjadi tempat wisata resmi, dan tidak lagi berfungsi sebagai situs ziarah, seperti Mausoleum Afaq Khoja yang terkenal di Kashgar.  

Pemakaman Uighur yang luas di tepi Kashgar, sejauh ini bertahan. Beberapa keluarga berkunjung untuk merapikan kuburan dan memberi penghormatan.  

Orang Uighur mencatat tempat suci telah dihancurkan dalam beberapa dekade sebelumnya. Kemudian bangunan tersebut dibangun kembali, dan mereka dapat bangkit kembali. Tetapi, mereka gentar dengan skala pemberantasan baru-baru ini. "Intensitas tindakan keras ini cukup mengejutkan. Banyak orang Uighur cukup pesimis, termasuk saya," lanjut Abdurehim. 

Sumber: https://wap.business-standard.com/article/international/beijing-is-erasing-un-chinese-mosques-precious-shrines-in-xinjiang-120092700103_1.html  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement