Jumat 25 Sep 2020 14:38 WIB

Sulitnya Jadi Muslim Saat ini di Eropa, Curhatan Munira Ali

Mahasiswa Afrika Muslim menyampaikan curhat soal kondisi Muslim Eropa.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan / Red: Nashih Nashrullah
Mahasiswa Afrika Muslim menyampaikan curhat soal kondisi Muslim Eropa.Peta Benua Eropa
Foto: en.wikipedia.org
Mahasiswa Afrika Muslim menyampaikan curhat soal kondisi Muslim Eropa.Peta Benua Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Munira Ali, mahasiswi Afrika yang kini kuliah kedokteran di Eropa Tengah mengakui beberapa kesulitan menjadi Muslim. Menurutnya, hal itu memang terjadi di masa-masa sekarang, bahkan, mungkin akan lebih banyak juga di tahun mendatang. 

Sebagai mahasiswi muda di negeri asing, masalah baru memang kerap bermunculan. Namun dia menyebut, hal itu belum termasuk ketika memiliki latar belakang Muslim, ditambah juga seorang warga negara asal Afrika. 

Baca Juga

Dalam suatu perjalanan bersama beberapa teman (non-Muslim) di Budapest, kata dia, pernah suatu kali meluangkan waktu untuk sembahyang di depan umum hingga akhirnya menarik perhatian seorang nenek dan cucunya, sambil berkata dan menunjuk, ‘’Apa yang gadis gelap itu lakukan?’’ kata dia dilansir standard media Jumat (25/9).  

Menurutnya, hal itu merupakan hal biasa, hingga akhirnya gestur menunjuk itu berubah dengan sorotan kamera serta umpatan. Padahal, biasanya, ketika sholat di tempat umum karena terbatasnya lahan, dia sebut, respons dari orang-orang hanya menatap, berbisik atau menunjuk, sehingga dirinya tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Namun berbeda dengan kejadian sorotan tersebut.  

‘’Rupanya, saya tidak seharusnya berdoa di depan umum di negaranya. Cucunya yang diberi tahu masih bingung dan hanya menatap kosong ke arahku,’’ tambah dia, meski mengaku tak tersinggung.  

Mendapat gangguan itu, dirinya masih bersyukur ketika beberapa temannya meyakinkan untuk tetap menyelesaikan sholat tersebut. “Tidak, selesaikan doamu. Jangan biarkan dia mengganggu, kami akan menghalangi pandangannya,’’ ucapan temannya kenang dia.   

Tak sampai di situ, lima hari setelah itu ketika sang ayah mengunjunginya di liburan musim semi, hal serupa juga terjadi kembali. Munira masih ingat, di bandara, ketika mayoritas orang-orang menunggu di gerbang kedatangan, dua pria malah terlihat mengambil foto di hadapannya. Sontak, hal itu menurutnya memancing perhatian lain.  

“Saya hanyalah siswa lain yang menunggu untuk bertemu dengan orang yang dicintai, seperti semua orang di gerbang kedatangan. Tapi tidak menurut dua pria yang tanpa malu-malu mengambil foto saya di depan mata,” ucapnya. 

Ketika memutuskan untuk menimba ilmu ke Eropa, ia mengaku tidak berpikir semuanya akan baik-baik saja atau berjalan dengan mudah. Sebaliknya, ia menghormati fakta bahwa beberapa orang akan melakukan hal tersebut, selain dari fakta bahwa beberapa orang juga melindunginya. 

‘’Namun, mereka juga harus mengerti bahwa kami datang dengan damai. Islam memiliki lebih dari satu miliar orang yang mengamalkan agamanya dan berkembang setiap hari. Mereka adalah orang-orang baik yang berkomitmen untuk perdamaian dan kemakmuran dunia, dan kebahagiaan umat manusia.’’ ungkap dia. 

Dia melanjutkan, apa yang terjadi di Brussel, London, Nairobi atau Amerika Serikat di masa lalu, sebenarnya tidak ada hubungannya dengan agama Islam, ataupun agama selain Islam. 

Sambung dia, sedikit dari tindakan teror sesat yang dilakukan atas nama agama Islam, seharusnya tidak dapat mewakili cinta dan nilai-nilai positif yang Muslim di seluruh dunia sebarkan setiap hari. 

‘’Kita bisa membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dengan mulai menghargai mozaik indah dari identitas kita, dan merayakan kebaikan bawaan masing-masing dan setiap dari kita; hitam, coklat, Muslim, Kristen, dan lainnya.’’ ungkap dia. 

 

Sumber: https://www.standardmedia.co.ke/commentary/article/2001387370/why-being-a-muslim-is-tough-in-todays-world

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement