REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ) menggelar acara bedah buku keagamaan "Ideologi dan Lembaga Pendidikan Islam Transnasional di Indonesia" karya Ali Muhtarom, doktor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Buku yang ditulis dari hasil disertasi ini dilatarbelakangi diskursus keislaman global paham Salafi dan Syiah, dalam hal ini direpresentasikan masing-masing oleh Arab Saudi dan Iran.
Menurut Muhtarom, dua ideolodi keislaman transnasional ini disebar ke Indonesia melalui aktor-aktor pendidikan yang pernah belajar dari dua negara tersebut, seperti di Universitas Iman bin Saud dan Al Mustafa Internasional University.
“Kalau secara langsung penyebarannya ini sebenarnya dilakukan melalui para aktor-aktor yang memang memiliki pendidikan. Jadi kebanyakan mereka itu dikembangkan melalui para aktor yang sudah belajar lama,” ujar Muhtarom kepada Republika.co.id usai acara bedah buku di Bekasi, Rabu (16/9).
Dia menjelaskan, penyebaran Salafi dan Syiah menjadi faktor utama bagi Arab Saudi dan Iran untuk saling bersaing dalam merebut pengaruh politik di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Menurut dia, kontestasi Salafi dan Syiah di Indonesia tersebut dilakukan dengan pendirian beberapa lembaga pendidikan. “Lembaga pendidikan Salafi maupun Syi’ah di Indonesia saat ini mengalami peningkatan, baik dari jenjang pendidikan TK, SD hingga jenjang perguruan tinggi,” ungkapnya.
Maraknya pemahaman keislaman transnasional yang diimpor dari luar negeri tersebut telah menciptakan kebingungan tersendiri bagi sebagian Muslim di Indonesia. Karena itu, buku ini diharapkan bisa berkontribusi dalam menguatkan kembali pemahaman keislaman yang berkarateristik Islam Indonesia.
Sementara itu, Kepala Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ), Nuruddin, menjelaskan pembahasan dalam buku ini sangat penting untuk memastikan kurikulum pendidikan keagamaan di Indonesia bisa tetap sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.
“Urgensinya adalah satuan pendidikan atau pengelola pendidikan harus memastikan bahwa muatan kurikulum agama dan segala proses pembelajaran terkait dengan paham keagamaan di sekolah itu sejalan dengan tujuan pendidikan nasional,” kata Nuruddin.
Kedua ideologi transional yang datang dari Arab dan Iran tersebut tentu akan menggerus pemahaman keislaman yang ada di Indonesia selama ini. Karena itu, pemerintah perlu untuk segera mengantisipasinya.
“Sehingga tidak lepas atau justru kontra produktif dengan tujuan-tujuan pendidikan nasional tadi itu, utamanya ideologi Pancasila yang ada di Indonesia sebagai ruh dari tujuan pendidikan nasional,” jelas Nurudin.