Jumat 04 Sep 2020 11:00 WIB

Mahmoud Abbas Serukan Dialog Nasional

Abbas menyerukan dialog antara kelompok gerakan Fatah dan Hamas.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Mahmoud Abbas Serukan Dialog Nasional. Presiden Mahmoud Abbas memberi isyarat selama pertemuan dengan kepemimpinan Palestina untuk membahas kesepakatan Uni Emirat Arab dengan Israel untuk menormalisasi hubungan, di kota Ramallah Tepi Barat pada hari Selasa, 18 Agustus 2020.
Foto: Mohamad Torokman/Pool Photo via AP
Mahmoud Abbas Serukan Dialog Nasional. Presiden Mahmoud Abbas memberi isyarat selama pertemuan dengan kepemimpinan Palestina untuk membahas kesepakatan Uni Emirat Arab dengan Israel untuk menormalisasi hubungan, di kota Ramallah Tepi Barat pada hari Selasa, 18 Agustus 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah menyerukan dialog nasional yang komprehensif antara kelompok gerakan Fatah dan Hamas. Seperti dilansir Arab News, Jumat (4/9), Abbas mengatakan dialog harus dimulai untuk menyudahi perpecahan yang terjadi sesuai dengan prinsip satu bangsa satu sistem politik.

"Mulai sekarang tak ada yang berwenang untuk berbicara atas nama kami, kami hanya berbicara untuk tujuan kami," kata Abbas selama mengikuti konferensi daring dengan ketua kelompok-kelompok Palestina di Ramallah, Kamis (3/9).  

Baca Juga

Pertemuan internal Palestina itu diadakan untuk membahas upaya mencegah rencana aneksasi Israel di kawasan Tepi Barat yang diduduki. Ini juga seiring dengan Uni Emirat Arab mengumumkan perjanjian normalisasi dengan Israel.

Abbas menegaskan otoritas Palestina menolak peran serta Amerika Serikat sebagai satu-satunya mediator dalam setiap negosiasi dengan Israel. Abbas juga menyerukan konferensi perdamaian internasional di bawah pengawasan PBB berdasarkan inisiatif perdamaian Arab.

Sementara itu dalam pidatonya, kepala politik Hamas, Ismail Haniya mengatakan rencana Amerika bertujuan menciptakan koalisi regional yang memungkinkan Israel melakukan penetrasi ke negara-negara Arab dengan cara normalisasi.

"Kami sedang melalui periode yang penuh risiko dan ancaman strategis yang belum pernah terjadi sebelumnya pada perjuangan Palestina dan kawasan kami," kata Haniya.

Ia pun menyerukan pembentukan program politik untuk mengakhiri kesepakatan Oslo dan agar mendapatkan kembali persatuan Palestina. Diketahui pada 13 Agustus lalu, UEA dan Israel  dengan ditengahi Amerika mengumumkan normalisasi hubungan kedua negara termasuk dengan membuka kedutaan di masing-masing negara. Otoritas Palestina dan faksi-faksinya mengecam kesepakatan tersebut. Kesepakatan itu dinilai mengabaikan hak-hak rakyat Palestina. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement