Selasa 01 Sep 2020 17:59 WIB

Sejarah Pesantren Blokagung Banyuwangi

Pesantren Blokagung menjadi klaster covid-19.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Sejarah Pesantren Blokagung Banyuwangi. Foto: Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)
Foto: Antara/Arief Priyono
Sejarah Pesantren Blokagung Banyuwangi. Foto: Sejumlah santri di sebuah pondok pesantren (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  KH Mukhtar Syafa'at merupakan salah satu ulama terkemuka di daerah yang berjuluk The Sunrise of Java. Dia adalah pendiri Pondok Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi, Jawa Timur.

Kiai Syafa’at lahir di dusun Sumontoro, Desa Ploso Lor, Kecamatan Ploso Wetan, Kediri, 6 Maret 1919. Ia adalah putra keempat dari pasangan suami-isteri KH Abdul Ghafur dan Nyai Sangkep. Beliau merupakan salah seorang keturunan pejuang dan ulama.

Baca Juga

Dari silsilah ayahnya, Kiai Syafa’at adalah putra dari Syafa’at bin Kiai Sobar Iman bin Sultan Diponegoro III (keturunan prajurit Pangeran Diponegoro) dan garis ibu, yaitu Nyai Sangkep binti Kyai Abdurrohman bin Kyai Abdullah (keturunan prajurit Untung Suropati).

Perjuangan Kiai Syafa’at dimulai dari musholla milik kakak perempuannya, Uminatun di Blokagung. Awalnya, beliau mengajarkan Alqur’an dan beberapa kitab dasar kepada para pemuda masyarakat sekitar.

Beberapa bulan berikutnya musholla tersebut tidak dapat lagi menampung para santri yang ingin belajar kepadanya. Melihat kondisi yang demikian, Kiai Syafa’at merasa prihatin sehingga berkeinginan untuk pindah ke luar daerah Blokagung.

Namun oleh Kiai Sholehan dilarang dan bahkan kemudian dinikahkan dengan seorang gadis bernama Siti Maryam. Setelah menikah, Kiai Syafa’at pun pindah ke rumah mertuanya. Di tempat yang baru ini juga sudah ada musholla berukuran 7x7 meter.

Dikutip dari laman resmi Pondok Pesantren Blokagung, jumlah santri yang belajar kepada Kiai Kiai Syafa’at terus bertambah banyak hanya dalam kurun waktu satu tahun, sehingga musholla di rumah mertunya itu juga tidak cukup untuk menampung santri.

Kemudian, muncullah ide untuk mendirikan sebuah masjid yang lebih besar untuk keperluan sholat dan belajar. Pada 15 Januari 1951, beliau kemudian memerintahkan para santrinya untuk mengumpulkan bahan bangunan untuk keperluan pendirian masjid.

Dalam perkembangan selanjutnya tanggal inilah yang dijadikan sebagai peringatan berdirinya Pondok Pesantren Darussalam Blokagung. Dalam mendirikan pondok pesantren ini beliau dibantu oleh temanya Kiai Muhyidin dan Kiai Mualim.

Di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, Pesantren Blokagung sedang menghadapi cobaan Covid-19. Santri di pesantren ini banyak yang positif Covid-19. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono menyampaikan, ada 502 santri Blokagung yang mengikuti rapid tes pada Ahad (16/8) lalu.

Dari 502 santri putra dan putri itu, sebanyak 30 persen adalah hasil tracing dari tiga santri yang reaktif Covid-19 dari hasil tes di Puskesmas. Sedangkan 70 persennya adalah santri yang hari itu sakit dan menjalani isolasi di pondok pesantren.

Pada Ahad (16/8) sore diketahui ada 92 santri putri dinyatakan reaktif Covid-19. Di malam harinya pihak pondok pesantren langsung melakukan isolasi pada 92 santri putri tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement