REPUBLIKA.CO.ID -- Inilah kisah Shabbetai Tzevi, juga dieja Sabbatai Zebi atau Sabbatai Zevi, (lahir 23 Juli 1626, Smyrna, Kekaisaran Ottoman [sekarang İzmir, Turki] — meninggal 1676, Ulcinj, Kekaisaran Ottoman [sekarang di Montenegro]). Dia adalah seorang Rabi Yahudi yang dianggap sebagai seorang mesias palsu.
Mengapa? Jawabnya karena Shabbetau adapah rabi yang mengembangkan dan meminta massa mengikuti atau percaya dia sebagi orang suci zaman akhir atau dikalahan kaum Yahudi dia disebut Mesias atau Almasih.
Atas sikapnya dan tindakan praktik agama yang 'tidak umum' di kalangan Yahudi, maka dia dianggap mengancam otoritas kerabian di Eropa dan Timur Tengah. Dia bersama sedikit pengikutnya (sekitar 300 keluarga) Yahudi malah melakukan ritual yang dilarang agama Yahudi. Ini misalnya mengundang wanita beribadah ke sinagog, memakan makanan yang diharamkan yahudi, dan melakukan tindakan yang justru bertentangan dengan ajaran para rabi.
Lalu apa tujuannya? Dengan mereka melakukan kerusakan maka zaman akhir segera datang. Kiamat segera tiba. Dan mereka telah menjadi jalan datangnya 'hari akhir itu. Itulah uniknya ajaran Shabbetai yang mengaku dirinya sebagai Mesias.
Dalam sebuah tulisan tentang biografi dia di britannica.com, dikisahkan bila sebagai seorang pemuda, Shabbetai mendalami praktik ditubuhnya yang terpengaruh tulisan seuah kelompok mistik Yahudi yang dikenal sebagai Kabbala. Periode pencarian ini tepat dan menarik khalataj karena terkait dengankepribadiannya yang kuat berpadu. Dia pun kemudian mampu menarik banyak orang menjadi murid. Dan pada usia 22 tahun Shabbetai kemudian memproklamasikan dirinya sebagai mesias.
Didorong dari Smirna oleh rabi yang terterik menjadi muridnya, dia melakukan perjalanan ke Salonika (sekarang Tesalonika), sebuah pusat Kabbalistik tua, dan kemudian ke Konstantinopel (sekarang Istanbul). Di sana ia bertemu dengan seorang pengkhotbah Yahudi yang terhormat dan kuat serta Kabbalist, Abraham ha-Yakini. Rabbi ini entah mengapa memiliki sebuah nubuat yang menegaskan bahwa Shabbetai adalah sang mesias itu.
Setelah bertemu Abraham ha-Yakinim Shabbetai kemudian melakukan perjalanan ke Palestina dan setelah itu ke Kairo. Di sana dia memenangkan perjuangan mengdapai Raphael Halebi, bendahara gubernur Turki yang kaya dan berkuasa.
Maka berbekal rombongan orang percaya dan yakin akan dukungan finansial, Shabbetai dengan penuh kemenangan kembali ke Yerusalem. Di sana, seorang siswa berusia 20 tahun yang dikenal sebagai Nathan dari Gaza, meluaskan sebutannya menjadi mesias.
Maka Nathan dengan gembira menubuatkan pemulihan yang akan segera terjadi atas Israel dan keselamatan dunia pada umumnya melalui kemenangan tanpa darah lewat sang mesias Shabbetai. Dalam nubuat Natan menyebut bila Shabbetai akan datang ke Yerusalem dengan menunggangi seekor singa dengan naga berkepala tujuh di rahangnya. Sesuai dengan kepercayaan milenarian, dia mengutip 1666 sebagai tahun apokaliptik.
Namun, alih-alih mendapat dukungan, Shabetai malah kemudian diiancam akan dikucilkan oleh para rabi Yerusalem. Akibatnya Shabbetai kembali ke Smyrna pada musim gugur 1665, di mana dia dipuji dengan liar. Pergerakannya menyebar ke Venesia, Amsterdam, Hamburg, London, dan beberapa kota Eropa dan Afrika Utara lainnya.
Namun karena ulahnya menentang kerajaan Ottoman yang kala itu menguasi Yersusalem dia kemudian ditangkap. Pada awal tahun 1666, Shabbetai di bawa ke Konstantinopel dan dipenjarakan pada saat kedatangannya.
Setelah beberapa bulan, dia dipindahkan ke kastil di Abydos, yang kemudian dikenal oleh para pengikutnya sebagai Migdal Oz, Menara Kekuatan. Akan tetapi, pada bulan September tahun itu, dia dibawa ke hadapan Sultan Otootmsn di Adrianople. Di sana Sultan memberikan pilihan kepadanya, yakni membuktikan bahwa dia mesias dengan mampu menahan anak panah yang diarahkan kepadanya, mendapat hukuman mati, atau masuk Islam.
Atas pilihan itu, Shabbetai ternyata memilih masuk Islam daripada membuktikan diri sebagai mesias Yahudi, atau menerima hukuman mati. Sultan Ottoman saat itu (Mehmet IV) pun menerimanya. Dia kemudian memberikan nama baru Sabbetai dengan nama Islam Turki, Mehmed Efendi. Tak hanya itu, Sultan kemudian mengangkatnya sebagai penjaga pintu pribadinya, dan memberinya tunjangan yang besar untuk kehidupanya. Tak hanya itu saja, dia juga meminta kepada para pengikutnya masuk Islam. Dan tentu saja banyak muridnya yang kecewa atas sikapnya. Shabbetai kemudian meninggal di Albania.