Kamis 06 Aug 2020 15:26 WIB

Dokter Gambarkan Kengerian Ledakan Lebanon

Jumlah korban meninggal akibat ledakan Lebanon 135 orang.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Dokter Gambarkan Kengerian Ledakan Lebanon. Tentara Lebanon mencari korban setelah ledakan besar di Beirut, Lebanon, Rabu, 5 Agustus 2020.
Foto:

Dia mengatakan, kasus yang paling serius adalah cedera kepala internal, termasuk trauma otak. Karena intensitas ledakan, orang terlempar dari berbagai posisi atau terlempar ke udara atau terlempar ke dinding.

"Ada banyak luka, luka tusukan dan pendarahan dari pecahan kaca," ujarnya.

Secara total, pusat medis itu menerima 55 kasus besar yang dirawat dalam semalam. Orang-orang dengan luka yang tidak terlalu serius dikirim ke rumah sakit yang lebih kecil di sekitar atau di tempat lain.

Ledakan tersebut menyebabkan beberapa rumah sakit di Beirut terputus dari jaringan listrik. Mereka juga tidak dapat mengaktifkan dan menjalankan generator yang rusak.

Dokter Samir Challita, yang berbasis di Byblos, mengatakan pasien mulai berdatangan dari Beirut, yang jaraknya 30 Km jauhnya. Ketika itu, rumah sakitnya mulai kehabisan kapasitas.

Usai insiden tersebut, bantuan mulai berdatangan ke Lebanon. Pesawat-pesawat yang membawa bantuan dari negara-negara Teluk (Gulf Cooperation Council/GCC) telah mulai tiba di Bandara Rafic Hariri. Sementara itu, Uni Eropa mengatakan akan mengirim sekitar 100 petugas pemadam kebakaran dan dukungan pencarian serta penyelamatan lainnya.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan, negara itu siap membantu Lebanon. Sementara Israel, yang secara teknis masih berperang dengan Lebanon, mengatakan akan mendukung tetangganya dengan bantuan kemanusiaan dan medis.

photo
Pasokan bantuan dikumpulkan di landasan sebelum dimuat ke pesawat menuju Beirut, Lebanon, bagian dari upaya bantuan kemanusiaan setelah ledakan besar pada hari Selasa, saat sebuah pesawat lepas landas dari Bandara Mehrabad di Teheran, Iran, Rabu, Agustus. 5, 2020. - (AP/Vahid Salemi)

Namun demikian, banyak orang Lebanon mengatakan politikus dan birokrat yang bertanggung jawab atas bencana tersebut harus bertanggung jawab. Mantan menteri ekonomi dan perdagangan dan pendiri Nasser Saidi & Associates, Nasser Saidi, mengatakan skala kehancurannya belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan oleh sejarah ledakan yang menyedihkan di Beirut.

Dalam skala global, menurutnya, ini adalah ledakan paling kuat setelah Hiroshima dan Nagasaki, dan lebih dahsyat daripada Halifax (1917) dan Texas City (1947) di mana 2.300 ton amonium nitrat meledak.

"Korban jiwa dan luka-luka yang dialami warga telah menimbulkan kemarahan yang dalam. Amonium nitrat telah disimpan di pelabuhan Beirut sejak 2014, jelas merupakan bahaya. Itu adalah bencana yang menunggu untuk terjadi," kata Saidi.

Ia juga menyebut bencana ini adalah kasus pengabaian kriminal oleh otoritas dan manajemen yang bertanggung jawab atas pelabuhan, bea cukai, otoritas keamanan dan peradilan, serta pemerintah. Sebenarnya, kata dia, sudah ada peringatan yang diberikan, akan tetapi tidak diindahkan.

"Harus ada keadilan dan pertanggungjawaban," ujarnya.

Saidi memperingatkan ledakan tersebut akan memperdalam krisis ekonomi, perbankan dan keuangan, serta menyebabkan depresiasi mata uang, dan melonjaknya inflasi. Ia mengatakan, hancurnya pelabuhan akan berdampak pada impor Lebanon atas makanan, obat-obatan, dan barang-barang penting. Karena itu, ia menilai bantuan internasional kini diperlukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan, tetapi untuk mendorong reformasi politik.

"Pemerintahan Perdana Menteri Hassan Diab tidak dapat terus menyalahkan akumulasi pemerintahan yang buruk di masa lalu," tambahnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement